Maju mundur impor beras

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Maju mundur impor beras

Anton Muhajir

Panen di depan mata, harga masih tinggi. Bulog terancam gagal memenuhi target pembelian padi 2015 untuk mengamankan pengadaan. Presiden Jokowi memberi lampu hijau impor?

Menurut agenda yang diumumkan pihak Istana, hari ini, Kamis, 7 Mei 2015, Presiden Joko “Jokowi” Widodo akan mencanangkan penanaman padi di Kabupaten Pulau Buru, Maluku. Acara ini merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan di empat lokasi di sana.  

Dalam waktu dekat ini, publik akan kian sering menyaksikan Jokowi dan menteri-menterinya memanen padi, atau mencanangkan penanaman padi. Pada Hari Kartini, 21 April lalu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno merayakannya dengan memanen padi bersama petani di Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Salah satu keluhan yang disampaikan petani adalah harga padi yang naik-turun sehingga tidak menjamin kesejahteraan.  Ini keluhan dari seorang petani perempuan kepada Menteri Rini. Soal penyaluran pupuk dan benih juga masih jadi kendala lancarnya proses tanam. Jangan tanya soal infrastruktur irigasi, karena baru akan dibangun setelah lebih dari setengah abad menggunakan infrastruktur pertanian peninggalan zaman Belanda.

Sarat politik

Urusan padi, sampai produk pangan berupa beras, sarat dengan politik. Penguasa bisa digoyang kursinya jika perut rakyat lapar. Petani bukan sekedar kelompok penekan, bukan pula sekedar kelompok kepentingan. Petani adalah wajah rakyat Indonesia yang selama ini bangga menyebut diri hidup di negeri agraris. Sampai hari ini kita masih impor beragam jenis bahan pangan. Termasuk beras.  

Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla punya target ambisius untuk berswasembada pangan. Ada lima bahan pangan utama yang ditargetkan, yakni beras, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi. Beras, terutama, harus tercapai swasembadanya dalam waktu tiga tahun. Bila target swasembada tidak tercapai, Menteri Pertanian Amran Sulaiman bakal dicopot.

Untuk pelaksanaan swasembada ini, Jokowi-JK akan menggelontorkan duit cukup besar, yakni Rp 15 triliun, untuk membangun irigasi jutaan hektar. Perbaikan irigasi akan difokuskan di 11 provinsi penghasil pangan.

“Sudah hitung-hitungan. Tiga tahun nggak swasembada, saya ganti menterinya. Yang dari Fakultas Pertanian bisa antre. Tapi saya yakin bisa, hitung-hitungannya ada. Jelas sekali. Konsentrasi 11 provinsi, sudah ada perhitungan,” kata Jokowi.

Jokowi adalah alumni UGM dari Fakultas Kehutanan. Saya menuliskannya di sini

Dalam pertemuan dengan beberapa pemimpin redaksi media massa, Selasa malam, 5 Mei, Jokowi memberi sinyal soal peluang membuka keran impor beras. Saya membaca pernyataan Jokowi di laman Kompas.com.  

“Pedagang memang melihat kita tidak akan impor. Kalau nanti hitung-hitungan sudah selesai, baru kita akan tentukan impor atau tidak. Begitu stok perum Bulog tidak terpenuhi (maka impor akan dilakukan),” kata Jokowi. 

Lampu hijau?

Harga beras naik, diperkirakan tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Foto oleh Adi Weda/EPA

Selama tiga hari, koran terbesar di Indonesia itu membahas soal masih tingginya harga beras, padahal di beberapa daerah sudah mulai musim panen. Para pedagang termasuk pemain baru memborong gabah yang dihasilkan petani. Hingga akhir April, beras yang telah diserap Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) baru sekitar 450 ribu ton, masih setengah dari penyerapan di periode yang sama pada tahun lalu. Intinya, penyerapan Bulog belum maksimal

“Penyerapan periode yang sama di tahun lalu sekitar 900 ribu ton. Itu karena penyerapan sudah dilakukan sejak bulan Februari. Untuk tahun ini penyerapan baru dilakukan pada akhir Maret setelah keluar Inpres 5 Tahun 2015 pada tanggal 17 Maret,” ujar Direktur Pelayanan Publik Bulog Lely Pelitasari di Jakarta, pada April bulan lalu.

Kepada Metrotvnews.com, Lely mengatakan bahwa Bulog akan melakukan berbagai cara untuk meningkatkan penyerapan beras dari petani oleh Bulog. “Kita akan cari ke daerah-daerah yang selama ini belum pengadaan seperti di Lampung. Ada daerah yang belum tersentuh karena lokasinya jauh dari gudang kita,” tukasnya.

Selain itu, Bulog akan mengupayakan tempat penggilingan yang belum menjadi mitra kerja Bulog untuk bekerja sama. Kemudian, Bulog juga membuat gudang jarak jauh sehingga beras-beras yang diserap tidak perlu langsung dibawa ke gudang induk Bulog dan bisa disimpan di gudang-gudang milik penggilingan. 

Tak buka keran impor?

Sewaktu memberi kuliah umum di Balai Senat Balairung Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 9 Desember  2014,  Jokowi menyampaikan targetnya untuk mencapai swasembada beras, jagung, kedelai, dan gula. Tekad Jokowi diamini Menteri Perdagangan Rachmat Gobel yang bersikeras tak buka keran impor meskipun harga beras dalam negeri melambung sekitar 30 persen sejak Februari 2015. 

Bagaimana dengan gula? “Kita impor terus. Tidak ada niat serius pemerintah untuk mengurangi impor, termasuk memaksa pabrik yang mengimpor gula rafinasi untuk segera mendirikan kebun tebu,” kata Ismed Hasan Putro, Direktur Utama Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).  

RNI adalah BUMN yang juga mengoperasikan sejumlah pabrik gula. Beberapa waktu lalu Ismed mengeluhkan membanjirnya gula rafinasi ke pasar konsumen. Harga lebih murah dari gula tebu produksi lokal.  

Kemarin, Rabu, 6 Mei, Ismed dicopot dari posisi direktur utama. Menurut Menteri BUMN Rini, kinerja Ismed memimpin RNI kurang baik, terutama untuk tahun 2014. Ismed diangkat sebagai Direktur Utama RNI oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan, di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tiga tahun lalu.

Soal beras? Sejauh ini nuansanya adalah maju-mundur impor. Jokowi pernah menolak impor, tapi kini membuka peluang.  Tentu dengan sejumlah catatan. Termasuk jika harga beras tidak juga turun setelah operasi pasar dan panen padi. Apalagi, pertengahan Juni kita sudah memasuki masa bulan Ramadan. Ini masa sensitif, ketika harga pangan biasanya merambat naik. Pasokan harus terjamin.  

Padahal, sebagaimana pengakuan eksekutif Bulog, kali ini ada Bulog belum maksimal menyerap beras. Diskusi mengenai Bulog peran stabilisasi harga sudah digelar ratusan kali. Kesimpulan yang selalu muncul adalah buruknya kualitas data pertanian dan pangan sehingga identifikasi masalah kerap meleset. 

Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Gatot Nurmantyo menyebutkan ketahanan pangan adalah pertahanan utama sebuah bangsa. Rawan pangan bagian dari proxy wars, yang diinginkan pihak-pihak yang tidak ingin Indonesia dalam kondisi stabil, atau ingin meraih keuntungan dari situasi itu.  

“Ketika harga beras naik, pasokan langka, pedagang bermain menyembunyikan stok, tujuannya satu. Impor. Mereka untung besar,” ujar Gatot kepada saya dalam wawancara di kantornya bulan lalu. Sebagian dari wawancara itu bisa dibaca di sini.

Jajaran TNI Angkatan Darat diperintahkan oleh Presiden untuk mengawal program mencapai swasembada beras dalam tiga tahun itu. KSAD Gatot mengaku berjanji kepada presiden, “Kalau dalam waktu tiga tahun swasembada pangan tidak tercapai, saya tidak pantas lagi menduduki jabatan KSAD.”

Ada banyak pekerjaan rumah untuk swasembada pangan. Tapi masih ada waktu tiga tahun untuk mencapainya. Yang ada di depan mata adalah harga beras yang melambung, enggan turun. Dan Bulog yang nampaknya bakal gagal memenuhi target pembelian 2015. Sampai hari ini target, baru tercapai 20 persen. 

Selain rajin blusukan panen, Jokowi dan Menteri Rini perlu lebih serius membenahi Bulog. —Rappler.com

Uni Lubis adalah mantan pemimpin redaksi ANTV. Follow Twitter-nya@unilubis dan baca blog pribadinya di unilubis.com.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!