Ironi petani Kendeng di hari Kemerdekaan Indonesia

Fariz Fardianto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Ironi petani Kendeng di hari Kemerdekaan Indonesia
Petani Kendeng merayakan kemerdekaan satu hari pasca PTUN Semarang menolak gugatan Walhi soal izin pabrik semen

SEMARANG, Indonesia – Pada Kamis, 17 Agustus kemarin, warga Indonesia merayakan kemerdekaan ke-72 negara ini. Di saat sebagian orang bersuka cita menyambut hari kemerdekaan, tidak demikian bagi para petani Kendeng.

Justru, di hari kemerdekaan, mereka merasa terancam akan kehilangan alam yang selama ini sudah mereka jaga dengan susah payah. Hal itu disebabkan, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang malah menolak gugatan izin lingkungan pabrik semen yang pernah diajukan oleh aktivis Walhi.

Maka, para petani Kendeng merayakan hari kemerdekaan dengan penuh ironi. Bersama-sama dengan para aktivis lingkungan dan pegiat Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), para petani turut melakukan upacara di lereng Pegunungan Kendeng pada Kamis pekan lalu. Mereka mengambil tema Merdeka Merdi Kawitan.

Salah seorang petani asal Tegaldowo Rembang, Sukinah, mengatakan HUT RI di Lereng Kendeng tahun ini memang berbeda jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Jumlah peserta upacara yang ikut aksi pengibaran bendera merah putih pun terlihat lebih banyak.

“Jumlahnya, ada seratus orang lebih. Malah, ada beberapa artis ibukota yang ikut seperti Mbak Melanie Subono dan teman-temannya ikut hadir untuk memeriahkan acara,” kata Sukinah ketika dihubungi Rappler pada pekan lalu.

Kehadiran para pesohor itu menyuntikan semangat tinggi bagi petani Kendeng dalam memperjuangkan kelestarian Pegunungan Kendeng.

Ia mengaku telah mengetahui putusan dari PTUN Semarang. Tetapi, ia tegas menolak untuk mundur dan akan terus berjuang agar izin pabrik semen di Rembang segera dicabut.

“Saya pribadi sangat kaget saat mengetahui putusan hakim yang memenangkan Pemprov Jawa Tengah dalam kasus konflik pabrik semen. Kok bisa majelis hakim membuat keputusan tanpa melihat dampak kerusakan yang diakibatkan dari operasional pabrik semen,” katanya.

Sebagai petani, Sukinah dan teman-temannya akan terus berjuang untuk melindungi ruang hidup dan produksi pertanian serta kelestarian ibu pertiwi. Pembangunan, kata dia memang harus berjalan, tetapi sebaiknya dapat berkesinambungan tanpa harus meminggirkan rakyatnya.

Koordinator JMPPK, Gunretno, juga menyoroti bahwa pembangunan energi fisik juga penting. Jika tidak mengacu kepada pembangunan jiwa manusia, maka proyek tersebut mustahil bisa tercapai.

“Dalam pembangunan jiwa butuh keteladanan dan kami yakin rakyat Pegunungan Kendeng dipilih oleh sang pencipta untuk menjadi panutan dalam mempertahankan keutuhan NKRI dalam kedamaian lahir dan batin,” kata Gunretno.

Terancam hilang

KETUK HATI. Koordinator JMPPK, Gunretno, mengetuk hati warga Indonesia dan merenung akan dibawa ke mana negara ini pasca merdeka 72 tahun lalu. Foto oleh JMPPK

Sementara, bagi Bambang Sutikno, salah satu inisiator upacara bendera di Pegunungan Kendeng, acara itu memiliki makna yang mendalam. Ia mengaku tidak hanya berdiri dengan tertib dan memberi hormat kepada sang saka merah putih, tetapi juga menjadi proses merenung.

Ia berharap peringatan kemerdekaan ke-72 Indonesia dapat mengetuk setiap warga Indonesia mau dibawa ke arah mana negeri yang kaya raya itu usai merdeka sejak puluhan tahun lalu.

Bambang menilai Indonesia belum merdeka. Ia mengacu kepada data di Kementerian Pertanian (Kemenan) bahwa Indonesia tetap mengimpor beras mencapai tiga juta ton setiap tahunnya. Padahal, Indonesia kerap disebut sebagai negara terbesar ketiga produsen beras.

“Ini menjadi tantangan tersendiri bagi kita semua karena selama ini banyak sengketa agraria antara petani dan pemerintah yang muncul. Penyebabnya, mulai beralihnya lahan produktif mereka akibat kebijakan investasi pertambangan yang membabi buta,” kata dia.

Bambang mempertanyakan bagaimana mungkin pembangunan dilakukan dengan memberangus ruang hidup dan produksi petani atas nama investasi yang tidak mensejahterakan petani. Apalagi kebijakan itu secara langsung juga memaksa petani untuk menjadi buruh kasar.

Oleh sebab itu, Bambang dan para petani Kendeng mendesak agar Pemprov Jawa Tengah menghentikan pembangunan proyek yang menyengsarakan petani, terutama keberadaan pabrik PT Semen di kawasan Kendeng.

“Hentikan secepatnya karena lahan pertanian milik petani terancam hilang jika proyek tersebut diteruskan,” kata dia. – Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!