Konsultasi Jokowi-DPR: Bagaimana nasib calon Kapolri Badrodin?

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Konsultasi Jokowi-DPR: Bagaimana nasib calon Kapolri Badrodin?

AFP

Rapat Konsultasi DPR dengan Presiden hari ini bahas calon Kapolri. Sikap politik Jokowi dalam sejumlah isu termasuk calon Kapolri dan huru-hara Perpres soal kenaikan uang muka mobil dinas terus diuji.

Siang ini Presiden Joko “Jokowi” Widodo  menghadiri rapat konsultasi dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Agenda utama ada dua, yakni soal kekosongan jabatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015.  

Ada juga rencana membicarakan peraturan pemerintah pengganti untuk menjerat pengikut Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Pertemuan ini dilakukan di tengah kontroversi soal Peraturan Presiden (Perpres) No. 39 tahun 2015 soal Tunjangan Uang Muka Kendaraan Pejabat Negara. Laman Sekretariat Negara menerbitkan kronologi lahirnya Perpres tersebut. 

Perpres itu menuai kritik karena dianggap sebagai pemborosan dan bertentangan dengan semangat efisiensi ditunjukkan pemerintahan ini, termasuk misalnya kebijakan melarang rapat kegiatan pemerintahan di hotel. “Tidak semua hal itu saya ketahui 100 persen. Artinya, hal-hal seperti itu harusnya di kementerian. Kementerian men-screening apakah itu akan berakibat baik atau tidak baik untuk negara ini,” ujar Jokowi, Minggu, 5 April.

“Apakah saya harus cek satu-satu? Berarti nggak usah ada administrator lain dong kalo presiden masih ngecekin satu-satu,” kata dia, sebagaimana dikutip laman Kompas.com.

Jokowi membantah bahwa dirinya kecolongan dalam kebijakan yang mengundang kontroversi kali ini. Dia hanya menjelaskan bahwa setiap kebijakan yang melibatkan uang negara yang besar seharusnya dibahas dalam rapat terbatas atau rapat kabinet.

“Tidak lantas disorong-sorong seperti ini,” ucap dia.

(BACA: Jokowi tak tahu isi Perpres kenaikan uang mobil pejabat)

Membaca pernyataan ini, saya teringat saat tengah mengerjakan skripsi di Institut Pertanian Bogor (IPB), 31 tahun lalu. Salah satu pembimbing saya, dalam skripsi terkait dengan koperasi di area social forestry di hutan di Jawa Tengah itu adalah Dr. Bungaran Saragih, saat itu dosen paling top di IPB.  Karena top dan sibuk, maka seringkali kami anak bimbingnya harus mengejar beliau meminta persetujuan draf skripsi ke berbagai tempat, rermasuk ke tempat parkir, saat Pak Bungaran hendak menuju tempat pertemuan lainnya. Kalau sudah begini, sambil menandatangani draf, Pak Bungaran (kemudian menjadi Menteri Pertanian di era Presiden Megawati Sukarnoputri) akan mengomentari konten. Dia membaca draf yang sudah sempat disodorkan sebelumnya.  

Apakah begitu kondisi yang dialami pejabat yang meminta tanda tangan presiden? Disorong-sorong? Sulit saya mempercayainya. Siapa yang berani memaksa presiden tanda tangan?

Jokowi jelas membantah dirinya kecolongan. Dia melemparkan kesalahan kepada anak buahnya. Belum jelas yang ditohok adalah Kementerian Keuangan atau Kementerian Sekretariat Negara. 

Siapa yang berani memaksa presiden tanda tangan? Jokowi membantah dirinya kecolongan. Dia melemparkan kesalahan kepada anak buahnya.

Logika sederhananya, jika kementerian teknis, dalam hal ini Menteri Keuangan, memberikan pertimbangan sebagaimana yang diminta dalam surat Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto pada 28 Januari 2015, dan dibalas Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pada 18 Februari 2015, maka balasan itu akan dibahas lagi oleh pejabat di istana, dalam hal ini minimal Seskab dan Mensesneg, sebelum diteken oleh Presiden.

Pertimbangan yang diberikan Kementerian Keuangan tentu berdasarkan pos anggaran yang tersedia dan efisiensi alokasi. Tak heran dari jumlah yang diusulkan oleh Ketua DPR Setyanto Novanto, sesuai suratnya per tanggal  5 Januari 2015, yaitu Rp 250 juta per kendaraan. Dalam perpres turun menjadi Rp 210.890.000.  

Kantor presiden, setelah menerima pertimbangan teknis tersebut, seyogyanya memikirkan pertimbangan politik. Menerima usulan Ketua DPR, yang dianggap mewakili aspirasi lembaga legislatif itu, adalah pertimbangan politik. Presiden Jokowi dalam posisi membutuhkan segala dukungan dari Senayan, kantor para wakil rakyat. Di luar itu adalah pertimbangan politik atas citra presiden di mata publik. Di situ Jokowi dianggap menelurkan kebijakan yang bernuansa pemborosan. Tidak sensitif terhadap kondisi sebagian rakyat yang sedang alami kesulitan akibat kenaikan harga mulai dari BBM hingga gas elpiji.

Kontroversi berkembang karena respon Jokowi, yang cenderung menyalahkan bawahan. Wajar jika ada yang mempertanyakan, kalau Perpres diteken tanpa dibaca apalagi dipahami isinya, bagaimana dengan dokumen lainnya? Data soal terpidana hukuman mati? Apakah Jokowi membaca dengan jelas informasi soal dua terpidana hukuman mati dari Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, bahwa keduanya dihukum karena kedapatan hendak membawa heroin dari Bali ke Australia, dan bukan sebaliknya?    

Duet Bali Nine ini memang bersalah, membawa heroin. Tapi bukan untuk dipasarkan di Indonesia, dan karenanya, apalah layak dihukum mati?

Apakah Jokowi juga mempelajari berkas terkait hukuman mati bagi warga Filipina Mary-Jane Veloso? Yang sejak awal pemeriksaan tidak diberikan hak mendapatkan penerjemah ke bahasa yang dia kuasai sebagaimana disyaratkan undang-undang? Bahkan saat disidangkan, pengadilan menyediakan penerjemah seorang siswa yang belum memiliki lisensi penerjemah resmi dari asosiasi penerjemah Indonesia. Apakah, Jokowi mendapat informasi lengkap siapa Mary-Jane Veloso?

Apakah Jokowi juga membaca dengan seksama surat pengusulan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon Kapolri, yang kemudian menuai kontroversi selama dua bulan itu? Ya, kita boleh bertanya banyak hal soal ini.  

Bagusnya, presiden masih bersedia mengkoreksi. Anggota DPR dari PDI-P, Pramono Anung, pagi ini melalui akun Twitter-nya berkicau:

Pramono dipercayai Megawati Sukarnoputri sebagai pejabat partai yang menjadi penghubung dengan Koalisi Merah Putih yang dipimpin Prabowo Subianto dan juga dengan Presiden Jokowi yang dicalonkan Koalisi Indonesia Hebat pimpinan Megawati. Saya sudah mengonfirmasi soal ini ke Pramono Anung.

Calon Kapolri baru pilihan Jokowi, Badrodin Haiti. Foto oleh Wikipedia

Jika Perpres 39/2015 direvisi, bahkan dicabut, bagaimana reaksi DPR? Apa dampaknya terhadap usulan Jokowi mencalonkan Badrodin Haiti sebagai Kapolri? Ini agenda yang kita tunggu. Salah satu pemimpin DPR yang saya kontak pagi ini mengatakan bahwa DPR yang telah menyerahkan pencalonan Badrodin Haiti ke Komisi III, akan menanyakan reaksi pemerintah atas surat DPR sebelumnya terkait pencalonan Komjen Budi Gunawan.  

(BACA: Rekam jejak calon Kapolri baru Badrodin Haiti)

Dari kubu Teuku Umar, kediaman Megawati Sukarnoputri, berhembus informasi bahwa jalan tengah yang akan dipilih adalah menerima Badrodin sebagai Kapolri dengan catatan Budi Gunawan ditetapkan sebagai Wakil Kepala Polri. “Toh, Badrodin tak sampai setahun akan memasuki masa pensiun,” ujar sumber itu.

Ketika hal ini saya tanyakan ke Ade Komaruddin, Ketua Fraksi Partai Golkar versi Munas Bali, dia menjawab, “Sejauh yang saya tahu, Komisi III yang notabene melibatkan semua fraksi akan menanyakan lebih dulu, bagaimana tanggapan Presiden atas keputusan paripurna DPR yang menyetujui pencalonan Budi Gunawan. Itu sikap fraksi juga.”

Sesudah huru-hara Perpres uang muka mobil dinas yang menunjukkan buruknya komunikasi petinggi negeri ini, soal Kapolri jadi ujian lagi. Bagaimana sikap politik Presiden Jokowi atas kisruh yang sudah berlangsung sejak pertengahan Januari tahun ini akan menjadi bukti sikap kenegarawanan mantan Walikota Solo ini. Popularitasnya masih tinggi, tapi setiap hari tergerus oleh sikapnya sendiri. —Rappler.com

Uni Lubis adalah mantan pemimpin redaksi ANTV. Follow Twitter-nya @unilubis dan baca blog pribadinya di unilubis.com.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!