Pilkada Surabaya: Angin segar untuk Risma

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pilkada Surabaya: Angin segar untuk Risma
Walikota Surabaya Tri Rismaharini akhirnya bisa melaju ke pilkada serentak 2015. Tapi, masih ada tikungan yang wajib diwaspadai.

 

SURABAYA, Indonesia — Warga Surabaya boleh bergembira. Pemilihan Wali Kota dan calon Wakil Wali Kota Surabaya akhirnya bisa digelar. Tri “Risma” Rismaharini yang berpasangan dengan Whisnu Sakti Buana akhirnya punya lawan. Mereka adalah pasangan Rasiyo dan Dhimam Abror.  

Rasiyo-Abror maju dengan dukungan minimal yang pas 10 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Surabaya: Partai Demokrat memiliki 6 kursi dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang memiliki 4 kursi. 

Hampir seperti Risma, Rasiyo dikenal sebagai seorang birokrat. Namun berbeda dengan Risma yang meniti karir birokrat di lingkungan Pemerintah Kota Surabaya, seluruh karir Rasiyo dihabiskan di Pemerintah Jawa Timur. 

Rasiyo adalah mantan Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur yang kemudian dipromosikan Gubernur Jawa Timur Soekarwo menjadi Sekretaris Daerah Provinsi Jatim, menggantikan dirinya sendiri. Dari sinilah orang akhirnya tahu bahwa Rasiyo adalah orang dekat Pakde Karwo — panggilan Soekarwo. 

Pencalonan Rasiyo-Abror mengakhiri drama kebingungan di pemilihan kepala daerah (pilkada) Surabaya, juga mengakhiri drama kelucuan calon yang kabur saat pendaftaran. Sebelum muncul Rasiyo-Abror, publik geger dengan pasangan Abror sebelumnya, Haries Purwoko, yang melarikan diri dari pencalonan. 

Haries kabur dengan alasan yang lebih mirip alasan anak SMA ikut perkemahan daripada alasan seorang politikus: Tidak diizinkan orang tua.

Dan Pakde Karwo hanya bilang, “Itu sudah urusan internal keluarga seseorang. Saya tidak bisa ikut campur.”

Di sini kita mau tertawa atau mau prihatin juga bingung. Dua-duanya menyatu dalam keheranan. 

Untunglah duet Rasiyo-Abror akhirnya tampil. Mereka mendaftar di hari terakhir masa perpanjangan pendaftaran di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya, Selasa, 11 Agustus. Untung juga, baik Rasiyo maupun Abror tidak ada yang mendadak harus ke toilet saat mendaftar di KPU itu.

Namun, kubu Risma jangan senang dulu. Sebab, upaya “membegal” pilkada Surabaya masih ada. Surat rekomendasi dari PAN yang dikantongi kedua pasangan bermasalah. Surat tersebut tidak bertanda tangan dan stempel asli. 

Surat itu hanya berupa hasil scan

KPU memang masih mentolelir. Ketua KPU Surabaya Robiyan Arifin memperbolehkan surat tersebut. Namun, kedua pasangan diminta untuk menyerahkan surat asli rekomendasi itu dalam waktu 5 hari.  

Ini berarti pilkada Surabaya belum pasti digelar akhir tahun ini. Masih menunggu 5 hari masa untuk melengkapi berkas. 

Apakah pilkada Surabaya masih bisa mundur? Sangat bisa. Wong, strategi kebelet ke toilet dan izin orang tua saja bisa terjadi apalagi cuma surat rekomendasi yang bisa dengan gampang — meminjam istilah warga Surabaya — ketlisut alias hilang. 

Pakde Karwo pegang kendali

Pertanyaan dalam setiap drama politik di Indonesia itu cuma satu: Siapa yang paling diuntungkan dengan situasi ini? Jika merunut konsekuensi dari batalnya pilkada, Gubernur Jawa Timur Soekarwo adalah pihak yang paling diuntungkan. 

Pakde Karwo adalah juga Ketua DPD Jawa Timur Partai Demokrat. Jika pilkada batal, maka Risma harus mundur. Sebab, masa jabatannya dianggap sudah habis. Dia harus menunggu pilkada selanjutnya yang ditunda dua tahun. 

Maka, Pakde Karwo yang berwenang menunjuk pejabat sementara pengganti Risma. Demokrat dengan gampang bisa menguasai kota yang sebelumnya didominasi PDI-P. Dan itu tanpa melalui pilkada. 

Pakde Karwo bahkan menunjukkan di salah satu tweet-nya bahwa pilkada Surabaya ditunda hingga 2017 — sebelum akhirnya masa pendaftaran diperpanjang KPU. 

Karena itulah, ketika Haries melarikan diri, banyak pihak yang semakin tidak percaya kepada Partai Demokrat.

Apalagi, partai tersebut sudah banyak mengecewakan publik. Mulai dari hasil konvensi yang tidak ditindaklanjuti dalam pencalonan pemilihan presiden 2014 hingga walkout dari sidang paripurna yang akan menentukan RUU Pilkada pada September tahun lalu.  

Dan sekarang mereka berjanji untuk maju dalam pilkada Surabaya. Anda masih percaya? 

Kelemahan politik PDI-P

Tidak adanya calon rival ini membuat banyak pihak menyalahkan Risma mengapa tidak bisa melakukan komunikasi politik agar ada calon lawan. Seharusnya ini bukan beban Risma. Ini menjadi tugas PDI-P. 

Jika itu harus menjadi perhatian Risma, betapa beratnya jadi wali kota. Tidak cukup hanya memikirkan rakyatnya, dia juga harus memelihara lawan. Berapa banyak biaya untuk mengongkosi lawan ini. 

Soliditas Koalisi Majapahit yang bahu membahu menyandera pilkada Surabaya sebenarnya bisa diatasi sejak awal. Misalnya, pencalonan Risma digandengkan dengan partai lain. Masalahnya, PDI-P ingin memborong pencalonan ini. Dua-duanya harus dari partai yang sama. 

Barangkali ada skenario lain yang sedang disiapkan PDI-P. Bisa jadi di tengah jalan nanti Risma maju untuk pilgub Jatim 2018 yang membuat Wakil Wali Kota Surabaya promosi sebagai wali kota. Dengan demikian, jika wakilnya dari PDI-P, Wali Kota Surabaya tetap dikuasai partai yang sama.  

Karena itu, pencalonan Risma juga harus dengan kontrak politik. Untuk tetap setia di Surabaya sampai akhir masa tugasnya.

Tapi, Risma yang sekarang sudah jadi kader PDI-P apakah berdaya melawan para pembisik politiknya kini?—Rappler.com

Agung Putu Iskandar adalah mantan wartawan Jawa Pos. Aga, sapaan akrabnya, kini  memilih untuk menjadi penulis lepas sembari mengamati dunia olahraga. Selain menulis soal olahraga, ia juga peduli pada isu sosial dan hukum. Follow Twitter-nya di @agaagung.

 

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!