Jadi, kamu memiliki teman-teman gay?

Shakira Sison

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Jadi, kamu memiliki teman-teman gay?
Kalau kamu menyanyangi temanmu yang gay, kamu tak akan mengejek perjuangan seumur hidup mereka dan menjadi tak peduli terhadap permasalahan mereka

Jadi, kamu punya teman yang gay. Kamu menyukai mereka karena mereka bisa membuatmu tertawa. Kamu menyukai mereka karena mereka akan memuji make-up dan bajumu serta bisa melakukan hal-hal girly bersamamu mereka seperti belanja misalnya. Kalian juga bisa menjadi mabuk bersama tanpa kekhawatiran akan menjadi hamil di hari berikutnya. 

Kamu menyukai temanmu yang gay, karena tak seperti teman-teman perempuanmu, mereka tidak berlomba-lomba dalam menjadi lebih cantik darimu atau memikat laki-laki. Kamu menyukainya ketika dia dengan agak kurang ajar mengatakan, “Apa-apaan sih itu?”, tentang pakaian perempuan yang datang mendekat, atau ketika dia dengan tanpa malu-malu mendeskripsikan tentang oral seks yang kamu lakukan malam itu. 

Jadi, kamu suka menghabiskan waktu bersama teman-teman lesbianmu karena mereka tidak memiliki “drama” dengan laki-laki. Ketika berpasangan, yang mereka lakukan adalah memasak bersama, tidur, atau memperbaiki rumah. Kamu suka dengan ketajaman dan sikap menantang mereka. Kamu juga suka dengan kekuatan mereka. 

Kamu ingin mengenakan pakaian mereka tapi tak ingin dianggap terlalu maskulin. Kamu berikan mereka saran tentang mode, dan kamu pikir sangat bagus bahwa mereka bisa bermain sepak bola dengan kekasihmu tanpa mencuri hatinya.

Kamu tersipu ketika seorang pria berkata bahwa kamu akan terlihat seksi jika bercinta dengan teman lesbianmu. Kamu menyukainya ketika seorang lesbian jatuh cinta padamu. Kamu tak akan membalas perasannya tapi juga tak akan menghentikannya. 

Peduli minoritas? 

Jadi kamu memiliki teman gay dan itu membuatmu keren serta progresif. Di matamu, kamu peduli dengan kaum minoritas dan mendukung mereka dengan membagi tawamu bersama mereka. 

Kalian telah menjadi teman selama bertahun-tahun dan telah melewati susah-senang bersama. Tapi mereka tak akan membagikan masalah mereka di rumah dan tempat kerja kepadamu karena tak ingin mendengarmu berkata, “Mungkin kamu harus berubah”, atau lebih buruk lagi, berusaha menjodohkan mereka dengan seorang pria. 

Ketika didesak untuk menyatakan sikapmu terkait isu LGBT, kamu akan memulainya dengan, “Aku punya teman yang gay”, untuk menjustifikasi bahwa kamu tak membenci mereka, tapi kamu akan melanjutkan dengan, “Tapi pernikahan hanya antara laki-laki dan perempuan” atau “Aku seorang Katolik/Kristen dan menurut Alkitab homoseksualitas itu salah”.

Kamu seperti lupa bahwa Alkitab juga melarang banyak hal yang mungkin sudah kamu lakukan seperti seks di luar nikah, bermasturbasi, atau membiarkan dadamu disentuh oleh pacarmu saat kalian berpacaran. 

Tidak sepertimu, temanmu yang gay tak akan melempar ironi itu tepat di wajahmu. Tak sepertimu, mereka tak akan mengutip Alkitab ketika mereka dimintai pendapat tentang hakmu. Mereka percaya bahwa kamu memiliki hak yang sama seperti semua orang lain. Mereka akan memperjuangkan hakmu atas layanan kesehatan, alat kontrasepsi dan menikahi orang yang kamu inginkan. 

“Tapi ini tentang pandangan masyarakat, homoseksualitas selalu salah,” katamu. Kamu lupa bahwa menikah dengan orang dari agama atau ras yang berbeda juga tabu menurut sebagian pandangan masyarakat.

“Tidak enak dilihatnya,” katamu tentang dua laki-laki atau perempuan sedang berciuman, tak peduli bahwa pacarmu juga tidak enak dilihat saat ia sedang aneh. 

“Kenapa harus menjadi sangat serius kalau kita bisa hanya bersenang-senang,” katamu ketika terjadi diskriminasi terhadap temanmu yang gay atau kaumnya. Kamu percaya bahwa mereka sudah diterima karena kamu dan teman lesbimu bisa akrab, “Mereka sudah diterima, lihat kan? Mereka tidak disakiti, mereka bisa menjadi apa yang mereka mau”.

Bukannya mereka akan keberatan. Tapi lihat reaksi mereka ketika kamu bertanya, “Kita benar-benar hanya teman kan?” Sebagian besar dari mereka akan bertahan di dekatmu, beradaptasi dan memberikan konfirmasi yang kamu inginkan, agar tak tersakiti. 

Mereka akan membiarkan para perempuan heteroseksual untuk bersinar. Sang perempuan itu akan mendapatkan laki-laki yang dia inginkan karena sebagai gay, temanmu percaya ia tak layak dicintai atau bahkan jika ia layak, ia tak bisa menikah dengan pria yang dicintainya. Bahkan teman terbaiknya berkata bahwa itu bertentangan dengan kodrat Tuhan.

Tapi kamu, kamu merasa kamu dan temanmu yang gay ini tak bisa dipisahkan meskipun segera begitu kamu bisa, kamu akan berdoa, “Jangan biarkan ini terjadi pada anakku,” bukan begitu?

Ketika ‘opini’ memengaruhi kehidupan

Kecuali kamu berbeda! Kamu memiliki pikiran terbuka dan percaya bahwa teman-temanmu dapat memiliki pendapat yang berbeda. Kalian bisa bersama-sama tanpa saling berpandangan. Ini benar ketika opini yang berbeda itu dihormati dan tak digunakan untuk mempengaruhi kehidupan sehari-hari temanmu.

Bagaimanapun ‘opini’ milikmu yang menentang pernikahan sesama jenis sejalan dengan opsi yang kamu pilih sendiri untuk tidak menikah dengan sesama jenis. Kamu tak keberatan dengan hukum dan aturan yang melarang teman-temanmu untuk melindungi keluarganya dan menikah dengan orang yang mereka cintai.

“Opini” tentang homoseksualitas itu sebuah dosa membuatmu membiarkan temanmu dimarjinalkan di sekolah dan tempat kerja sementara kamu hanya duduk saja menunggu waktu berikutnya kalian bisa bersenang-senang bersama. 

Kamu bilang kamu menyayangi temanmu. Rasa sayang tak membuatmu bisa memilih hanya kualitas-kualitas tertentu dari temanmu yang membuatmu nyaman saja. Rasa sayang tak akan membiarkanmu mengejek perjuangan seumur hidup mereka dan menjadi tak peduli terhadap permasalahan mereka. 

Kamu tak bisa mengklaim bahwa kamu menyayangi kaum gay ketika di hari kemenangan mereka kamu membuat seorang pria terangsang dengan mencium sepupumu sendiri lalu memfotonya dengan keterangan “Dukungan kami untuk hak-hak gay. Haha”.

Selamat! Kamu baru saja menghina dan meremehkan kebahagiaan temanmu sendiri hanya untuk publisitas. Tapi tentu saja mereka tak akan memberitahumu. Mereka sangat menyayangimu dan tak ingin melukai perasaanmu. Tragis sekali. 

Sebuah peringatan

Untukmu teman-teman yang hetero: Kamu belum menerima temanmu. Kamu hanya menerima bagaimana dunia memperlakukan mereka dan kamu ingin mereka juga menerimanya. 

Hanya mengatakan “aku punya teman gay” bukanlah pertemanan sesungguhnya. Kamu tak akan menerimanya ketika temanmu yang hetero dilanggar haknya untuk memperoleh pekerjaan, belajar dan menikah.

Melarang teman gay-mu untuk merayakan rasa cinta mereka karena agamamu melarang mereka untuk melakukannya juga tak membuatmu suci. Itu menjadikanmu teman yang buruk dan munafik. Ini sama seperti melarang seorang Katolik untuk makan di Bulan Ramadan. 

Saat berikutnya kamu menyebut “temanku yang gay” pikirkan apakah kamu telah memperlakukan dan menghormati mereka seperti kamu melakukannya terhadap mereka yang kamu panggil “teman”.

Jika kamu berteman dengan gay karena mereka membuatmu tertawa dan terhibur tapi kamu bisa menerima bahwa mereka tak memiliki hak yang kamu miliki, berhenti memanggil mereka teman dan panggil mereka badut. Jangan membodohi mereka dengan kata “teman” karema seorang teman tak akan tinggal diam ketika hak temannya dilanggar. 

Sementara itu temanmu yang gay itu harus berhenti berpikir bahwa mereka temanmu karena kamu hanya menjual mereka. Tidak? Kalau begitu ucapkan keras-keras: Saya percaya teman-teman saya yang gay harus mendapatkan hak yang sama seperti yang saya dapatkan. Lihat? Sepertinya tidak begitu. 

“Pada akhirnya kita tak akan mengingat kata-kata musuh kita, tapi diamnya teman-teman kita” – Martin Luther King Jr.

—Rappler.com

BACA JUGA:

Shakira Andrea Sison adalah penulis esai yang telah dua kali menjadi pemeang Palanca Award. Saat ini ia bekerja di bidang keuangan dan menghabiskan waktu di luar pekerjaannya untuk menulis cerita sambil melakukan perjalanan dengan kereta bawah tanah.

Latar belakang pendidikan Shakira adalah kedokteran hewan dan sebelumnya bekerja di sebuah perusahaan ritel di Manila, sebelum dipindahkan ke New York pada 2002.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!