Indonesia

Ratusan warga protes aturan pertanahan diskriminatif Yogyakarta

Mawa Kresna

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Ratusan warga protes aturan pertanahan diskriminatif Yogyakarta
Para pendemo ini mengkritik Sultan Hamengku Buwono X yang sebelumnya mengatakan bahwa di Yogyakarta tidak ada tanah negara, yang ada hanya tanah keraton

YOGYAKARTA, Indonesia — Ratusan warga berdemonstrasi menentang aturan pertanahan yang dinilai diskriminatif di Yogyakarta, Senin, 28 September. 

“Kami mengingatkan DPRD, wakil kami, agar UU Pokok Agraria (UU PA) ini diberlakukan secara menyeluruh di Yogyakarta karena ini ada ancaman pengambilalihan tanah rakyat menjadi tanah milik Keraton Yogyakarta dengan dalih Keistimewaan,” kata humas Aksi Masyarakat Yogyakarta Kus Tri Antoro. 

Para pendemo ini mengkritik Sultan Hamengku Buwono X yang sebelumnya mengatakan bahwa di Yogyakarta tidak ada tanah negara, yang ada hanya tanah keraton. Selain itu, Yogyakarta juga masih memberlakukan aturan tanah tidak bisa dimiliki oleh nonpribumi.

Sebagai daerah istimewa, Yogyakarta memang bisa memiliki aturan khusus, termasuk terkait pertanahan. Namun demikian, para pendemo ini menginginkan agar Yogyakarta memberlakukan UU PA secara menyeluruh. GBPH Hadiwinoto, adik Sultan, sebelumnya sempat mengatakan bahwa UU PA adalah produk dari Partai Komunis Indonesia (PKI). 

Para pendemo beraksi dengan berjalan kaki dari Taman Parkir Abu Bakar Ali membawa poster Sultan Hamengku Buwono IX dan Sultan Hamengku Buwono X, menuntut pemberlakuan UU PA ini. 

Kus mengatakan bahwa Pemerintah Yogyakarta telah menyelewengkan keistimewaan daerah mereka, khususnya terkait sertifikasi tanah yang diklaim milik Keraton. 

“Badan hukum itu ada dua, publik dan swasta. Kalau publik berarti tidak boleh punya aset tanah. Kalau swasta boleh. Keraton ini sebagai badan hukum masuk swasta atau publik?” tanya Kus. 

“Kalau Keraton itu badan usaha publik, maka tidak boleh punya aset. Kalau swasta dia boleh punya hak milik tanah. Tapi yang jadi masalah, kalau itu swasta, kenapa sertifikasinya pakai dana keistimewaan yang sumbernya dari APBN?”

DISKRIMINASI TANAH. Willie Sebastian, Ketua Gerakan Anak Negeri Anti Diskriminasi membacakan keberatannya mengenai aturan pertanahan diskriminatif bagi warga Yogyakarta nonpribumi, 28 September 2015. Foto oleh Mawa Kresna/Rappler

Ketua Gerakan Anak Negeri Anti Diskriminasi Willie Sebastian mengatakan bahwa aksi tersebut dilakukan untuk menghapus diskriminasi rasial, terkait aturan bahwa nonpribumi tidak bisa memiliki tanah dengan status Sertifikat Hak Milik, melainkan hanya Hak Guna Bangunan. 

“Diskriminasi ini bukan cuma pada etnis dan warga keturunan, tapi sekarang sudah meluas menjadi nasional karena Sultan mengklaim tidak ada tanah negara di Yogyakarta,” kata Willie. 

Dia pernah menjadi korban. Pada 2005, Willie dipaksa melepaskan hak milik atas tanahnya oleh BPN karena merupakan warga keturunan Tionghoa. 

“Kalau kita nggak mau, berkas itu tidak diproses. Hak milik turun jadi HGB di tanah negara. Kalau sekarang jadi HGB di tanah Keraton jadinya,” kata Willie.

“Sultan HB IX mengatakan tanah ini untuk rakyat. Karena itu jelas saya menolak Perdais bidang Pertanahan. Kita sudah punya UUPA yang sudah berpihak penuh pada rakyat.” — Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!