Nama pelanggar akan dicatat dalam buku di kampung bebas rokok ini

Amir Tedjo

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Nama pelanggar akan dicatat dalam buku di kampung bebas rokok ini
Kampung Bulaksari sudah 7 tahun menjadi daerah bebas rokok. Sempat ditentang warga dan tidak mendapat dukungan pemerintah. Warga berharap dapat menginspirasi RT lain di sekitar

SURABAYA, Indonesia — Meski berpenumpang penuh, namun kenyataan tersebut tak membuat seorang penumpang angkutan kota (angkot) di Surabaya jadi segan untuk merokok. Dengan santainya pria itu menghisap batang rokoknya. 

Ary Chodijayanti, salah satu penumpang, pun merasa terganggu. Ia sudah memberi isyarat dengan menutupi hidung dengan sapu tangan, tapi usahanya tak membuahkan hasil. Beruntung ada seorang penumpang pria lainnya yang peduli.  

Cak, rokok’e dipateni. Aku yo ngrokok, tapi gak nang njero bemo (Cak, rokoknya dimatikan. Aku juga merokok, tapi tidak dalam bemo),” kata pria itu menegur sesamanya yang merokok.

Kejadian merokok di tempat umum seperti pengalaman Ary di atas ini sebenarnya banyak dijumpai di Surabaya. Padahal Kota Pahlawan itu sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) No. 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Rokok.

Dalam Perda tersebut sebenarnya diatur mengenai tempat tertentu seperti sarana kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah, dan angkutan umum sebagai kawasan tanpa rokok. Sedangkan tempat lainnya, seperti tempat kerja, adalah tempat terbatas merokok. Artinya para perokok boleh merokok asalkan di tempat yang sudah disediakan.

Kampung bebas rokok sejak 2010

Namun, kebiasaan merokok di tempat umum ini tak akan dijumpai di Kampung Bulaksari RT 06. Kampung ini terletak di ujung paling utara Surabaya dan bukan daerah yang elit. Justru sebaliknya, persepsi yang beradar di masyarakat adalah kampung kumuh yang banyak dihuni oleh warga keturunan dari Madura. 

Meski demikian,  Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini bahkan sampai menyebut kampung bebas rokok Bulaksari ini sebagai mutiara dari Surabaya utara.

Sejak 2010, Kampung Bulaksari telah mencanangkan diri sebagai kampung bebas rokok. Tentu saja, ketika pertama kali digaungkan, gerakan ini mendapat tentangan dari warga yang kecanduan merokok.  

“Tapi para pengurus RT tetap jalan dengan gagasan ini meski mendapat banyak tentangan dari warga. Karena kita paham jika merokok memang merusak kesehatan,” kata Ketua RT 06 Bulaksari, Heru Sugijanto.

“Pemberlakuan kampung bebas rokok ini sudah berjalan hampir 7 tahun. Namun hingga kini, tak satu pun RT-RT tetangga yang mengikuti jejak mereka menerapkan kampung bebas rokok.”

Heru merupakan salah satu penggagas kampung bebas rokok. Saat itu, dia menjadi Ketua RT sejak 2008. Setelah dua kali terpilih, ia kemudian lengser dari jabatan Ketua RT. Namun kemudian dia dipilih kembali menjadi Ketua RT pada akhir 2016 lalu.

Dalam aturan kampung bebas rokok ini, warga sepakat siapa pun—baik warga maupun tamu yang masuk kampung RT 06 Bulaksari—dilarang merokok. Sebagai peringatan, di ujung gang ini terdapat poster besar bertuliskan “Kampung Bebas Rokok”.

Selain poster besar, ada juga pot bunga besar yang difungsikan menjadi asbak raksasa. Asbak ini digunakan bagi siapa pun yang merokok harus mematikan rokoknya di ujung gang ini. Keberadaan asbak raksasa sebagai simbol bebas rokok ini pun berkali-kali hancur.

“Malam dipasang, paginya sudah hancur berantakan. Kami tak bisa menduga asbak itu dirusak oleh para penentang. Namun kalau seandainya ditabrak mobil, letak asbak ini sebenarnya sudah mepet sekali dengan pinggir jalan,” kata Heru.

Pelanggar dicatat dalam buku besar

Tak hanya sebatas memasang asbak  besar sebagai simbol kampung bebas rokok, warga pun berperan aktif untuk menjalankan aturan ini, termasuk ibu-ibu. Mereka tak sungkan memperingatkan warga atau pendatang yang ketahuan merokok di area mereka. 

Dari setiap pelanggaran yang ditemukan, mereka akan mencatat setiap pelanggaran itu dalam buku besar. Dalam buku tersebut, selain identitas pelanggar, warga juga mencatat alasan mereka saat ditegur karena merokok.

“Setiap warga yang melaporkan telah menegur perokok, mereka akan melaporkan ke saya identitas perokok tersebut beserta alasannya,” kata Suparmi, warga yang bertugas mendokumentasikan setiap pelanggaran merokok.

EGOIS? Ada ribuan alasan para perokok untuk tetap merokok. Foto oleh Roslan Rahman/AFP PHOTO

“Alasannya biasanya macam, yang paling sering mereka berujar, ‘Kampung aneh-aneh. Merokok aja tak boleh. Padahal duit-duitku sendiri’,” katanya menirukan ucapan warga penentang.

Menurutnya, kampung ini memang tak memberikan sanksi yang tegas kepada setiap pelanggarnya. Namun, masuk dalam catatan buku besar pelanggaran saja dianggap sudah memalukan.

Belum menular ke kampung lain

Awalnya dengan diberlakukan aturan ini, cuma memindahkan lokasi para perokok. Para perokok yang, biasa merokok di luar rumah, menjadi memilih merokok di dalam rumah agar tak ketahuan warga. Namun lama kelamaan, para ibu-ibu menjadi protes karena rumah mereka menjadi bau asap rokok.

“Daripada diomeli terus oleh istri mereka, para bapak akhirnya merokok keluar ke ujung gang. Bahkan yang paling ekstrem berhenti merokok sama sekali. Setidaknya sudah ada enam orang warga yang berhenti sama sekali merokok,” kata Suparmi.

Dari aturan ini, ujarnya, selain warga mendapatkan kualitas lingkungan yang lebih sehat, warga terutama ibu-ibu mengklaim mendapatkan keuntungan. 

“Uang belanja menjadi bertambah karena porsi untuk merokok menjadi berkurang,” kata Suparmi.

Pemberlakuan kampung bebas rokok ini sudah berjalan hampir tujuh tahun. Warga pun masih tetap konsisten menjalankan aturan ini karena mereka sudah merasakan manfaatnya. Namun, sejak tujuh tahun berlalu, tak satu pun RT-RT tetangga yang mengikuti jejak mereka menerapkan kampung bebas rokok.

“Kadang kami sedih juga. Komitmen menjadikan kampung bebas rokok ini tak menular ke RT-RT lain. Pemerintah Kota Surabaya juga tak memberikan arahan, setelah bebas merokok mau dikemanakan,” ujar Suparmi.

Meski perjuangan untuk menularkan kebaikan masih panjang, setidaknya menurut warga Kampung Bulaksari, masyarakat yang tinggal di daerah tersebut sudah meningkatkan kualitas hidupnya. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!