SUMMARY
This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.
JAKARTA, Indonesia — Tim penasihat hukum Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama menilai saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang kasus dugaan penistaan agama, Pedri Kasman, membuat laporan palsu.
Menurut anggota tim kuasa hukum Ahok, Humphrey R. Djemat, keterangan yang Pedri sampaikan di persidangan pada Selasa, 10 Januari, dianggap mengandung sentimen personal terhadap Ahok.
“Saksi tidak konsisten dalam memberikan keterangan,” kata Humphrey saat jeda sidang. Dari lima saksi yang dihadirkan, Pedri, Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah, adalah yang pertama memberikan keterangan.
Dalam laporan yang diajukan pada 7 Oktober 2016 lalu, Pedri mengatakan “..Jangan mau dibodohi oleh ayat suci Al-Qur’an surah Al-Maidah 51 sebagai kitab suci umat Islam…” Padahal, kutipan asli dari pidato Ahok adalah “..dibohongi pakai surahAal-Maidah 51..”
Pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pun tertera kalimat yang kedua.
Saat ditanyakan, Pedri mengaku hal tersebut lantaran perbedaan waktu laporan dan pemeriksaan. Ia mengajukan laporan pada 7 Oktober, sementara pemeriksaan baru pada 17 November.
“Itu kan hanya permainan kata, pintu masuk saja,” kata Pedri. Saat ditanya apakah akan mencabut kesaksian ataupun laporan, Pedri bersikukuh mempertahankan omongannya.
Saat sidang, Humphrey mengatakan inkonsistensi ini dapat berdampak pada saksi di luar sidang. Saat itu pula Pedri mengadu pada majelis hakim kalau ia merasa terancam.
“Saya merasa terancam, Yang Mulia,” kata Pedri. Meski demikian, Hakim Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Dwiarso, mengatakan penasihat hukum hanya berupaya mengklarifikasi.
Soal perbedaan juga dibahas saat tim penasihat hukum dan Pedri berdebat soal terjemahan ayat yang dipermasalahkan — apakah kata “auliya” dapat diterjemahkan sebagai pemimpin atau selain itu. Bahkan ada perbedaan terjemahan antara Al-Qur’an yang dibawa Pedri dan yang dibawa penasihat hukum, yang merupakan versi Kementerian Agama.
“Jadi ada terjemahan beda bagaimana?” tanya ketua tim penasihat hukum Ahok, Trimoelja D. Soerjadi.
“Semua terjemahan yang beredar itu sah,” kata Hakim Dwiarso. Terjemahan kata “auliya” yang berbeda pun tidak ia permasalahkan.
Atas keterangan Pedri, Ahok mengajukan keberatan. Meski demikian, saksi mengatakan tetap pada pendiriannya.
Setelah selesai memberikan keterangan, Pedri mengajukan dua permohonan pada majelis hakim. Pertama adalah supaya JPU memanggil saksi ahli yang disediakan pelapor; kedua adalah surat penahanan Ahok.
Alasan Pedri adalah karena yurisprudensi kasus; di mana semua tersangka kasus penistaan agama langsung ditahan polisi. “Tapi Ahok sudah terdakwa, tidak ditahan,” katanya.
Kedua adalah karena tuntutan maksimal 5 tahun sehingga terdakwa harus ditahan, dan terakhir karena mengancam kesatuan negara.
“Konflik sosial berpotensi terjadi,” kata Pedri. Atas hal ini, Dwiarso mengatakan majelis memang memiliki kuasa menahan terdakwa.
“Surat permohonan penahanan dan surat permohonan bebas kami terima, dan akan dipertimbangkan oleh majelis,” kata Dwiarso. —Rappler.com
BACA JUGA:
Add a comment
How does this make you feel?
There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.