Indonesia

Tiga Tahun Jokowi-JK: Komitmen tuntaskan pelanggaran HAM menghilang

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Tiga Tahun Jokowi-JK: Komitmen tuntaskan pelanggaran HAM menghilang
Amnesty International nilai pembangunan infrastruktur pinggirkan petani

JAKARTA, Indonesia – Tiga tahun Pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, penanganan Hak Asasi Manusia mengalami kemunduran.

Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan pihaknya mencatat sejumlah pelanggaran HAM terus terjadi. “Penggunaan pasal-pasal pemidanaan represif seperti pidana makar, penodaan agama, hingga pencemaran nama baik terus dilakukan,” kata Usman di Jakarta, Kamis, 19 Oktober 2017.

Peristiwa pelanggaran HAM lain yang terjadi adalah pengusiran kelompok minoritas agama dan penutupan tempat ibadah seperti yang terjadi pada GKI Taman Yasmin, Bogor, dan Gereja HKBP Filadelfia. Amnesty juga mencatat pembubaran kegiatan diskusi terkait peristiwa 1965 juga masih terjadi yang beriringan dengan kemunculan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan.

(BACA : Mereka yang terancam Perppu Ormas).

Janji kampanye Jokowi-JK untuk tuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu pun tidak ditepati alias nihil. Beberapa di antaranya adalah pembunuhan massal pada tragedi 1965, Peristiwa Talangsari, Peristiwa Tanjung Priok, dan pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.

Menurut Usman, salah satu penyebab mandeknya penyelesaian HAM adalah sistem peradilan menihilkan hukuman anggota militer yang terlibat pelanggaran HAM. Padahal, kata dia, banyak aturan hukum yang bisa dijadikan landasan bagi pemerintah untuk menyelesaikan persoalan HAM. “Tapi ada ketidakpiawaian Jokowi dalam menggunakan dasar konstitusi itu,” ujarnya.

Pembangunan gusur petani

Program pembangunan Jokowi-JK juga dianggap masih mengesampingkan HAM  terutama bagi para petani dan pemilik lahan.

“Pemerintahan Jokowi-JK berjanji akan membangun dari pinggir dari desa-desa. Tapi malah yang terjadi justru menggusur komunitas petani,” kata Usman.

Sejumlah contoh dipaparkan, termasuk  aksi penggusuran paksa oleh 1000 aparat gabungan kepada para petani di Langkat, Sumatera Utara pada November 2016 dan Maret 2017. Gara-gara aksi tersebut, ratusan petani pun kehilangan tempat tinggal dan lahan garapan.

Pada November 2016 aparat gabungan menggunakan kekuatan berlebihan untuk membubarkan paksa aksi protes petani yang mempertahankan lahannya atas pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat di Majalengka.

(BACA : Tiga petani Majalengka jadi tersangka)

Contoh lain adalah  pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Seko Tengah, Sulawesi Utara dan Waduk Jatigede, Sumedang, yang tetap dijalankan, meski banyak protes warga serta ganti rugi yang tidak adil.

(BACA :  Bom bernama bendungan)

“Polanya masif. Pembangunan infrastruktur malah meminggirkan para petani,” kata Usman.

Kasus lain yang diangkat adalah kriminalisasi yang dialami petani Joko Prianto di Rembang, Jawa Tengah.  Joko dilaporkan atas kasus pemalsuan surat, pada Agustus 2017.  Joko ikut memprotes pembangunan pabrik semen di Kendeng.

“Joko Prianto masih harus wajib lapor setiap Selasa ke Polda Jawa Tengah di Semarang. Ongkos bolak-balik naik angkot habis sampai Rp 200 ribu. Satu bulan habis Rp 800 ribu. Setahun bisa kena Rp 9,6 juta. Petani cengkeh yang sukses saja setahun hanya sekitar Rp 30 juta,” kata Usman. Menurutnya, itu cara penguasa menekan petani.

Belum lagi soal janji membuka akses bagi wartawan asing meliput ke Papua.  Mentok di level kementerian teknis. Itu sebabnya, Usman menganggap komitmen politik Jokowi untuk menangani kasus-kasus HAM sudah menghilang – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!