Mengenal lebih dekat korban musibah Masjidil Haram

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Mengenal lebih dekat korban musibah Masjidil Haram
Ada ibu rumah tangga yang rajin mengaji dan nenek yang bugar

 

JAKARTA, Indonesia—Musibah tumbangnya belalai crane atau alat berat di Masjidil Haram, Mekah, 11 September telah memakan korban 10 jemaah asal Indonesia. Sementara itu 42 jemaah lainnya luka-luka. 

Sebagian dari mereka meninggal karena tertimpa reruntuhan sehingga menderita luka di kepala dan kaki. Namun ada juga yang meninggal karena serangan jantung. 

Nama-nama mereka pun dipampang di situs Kementerian Agama, beserta nomor paspor dan asal kloter. Tapi siapakah mereka dalam kesehariannya? Bagaimana cerita mereka hingga sampai ke Mekah? 

Kenali lebih dekat korban dan perjalanannya ke Mekah dari penuturan keluarganya di bawah ini: 

Iti Rasti Darmini, Ibu rumah tangga yang rajin mengaji 

Iti adalah warga Desa Cibogo, Lembang, Bandung Barat. Iti yang bersuami Duskarno bin Dasta Kartamiharja (65) memiliki 3 anak yakni si Sulung Wiwi Widiani (35), Arbani Sodiq (31), dan si bungsu Iman Nugraha (25).

Menurut Arbani, Iti sudah menunggu selama 5 tahun untuk pergi ke tanah suci Mekah. Iti dalam kesehariannya adalah ibu rumah tangga. Suaminya, Duskarno adalah pensiunan pegawai negeri sipil.

“Ibu ini rajin ke masjid dan aktif di beberapa pengajian,” cerita Iman, si anak bungsu. Pengajian yang dimaksud adalah Kelompok Bimbingan Ibadah Haji Toyiba

“Ibu sering berdoa biar bisa pergi haji. Doanya juga panjang-panjang. Pas pergi juga ibu lebih semangat dibanding bapak,” kata Iman.  

Painem Dalio, rajin arisan dan pengajian

KELUARGA KORBAN. Suami Painem, salah satu korban dalam musibah jatuhnya alat berat konstruksi di Masjidil Haram. Foto oleh Rappler

Painem (63) adalah warga Medan, Sumatera Utara. Ia juga adalah ibu tangga dari 4 anak dan nenek dari 9 orang cucu.

Ia pergi ke Mekkah bersama sahabatnya, Saparini, yang juga tewas tertimpa crane. Kedua sahabat ini rajin mengikuti arisan yang diselingi pengajian. 

Bahkan pada 2010, mereka mendaftar haji bersama dengan menggunakan talangan dari sebuah bank pelat merah. 

Menurut anggota keluarga Painem yang tak mau disebut namanya, mereka masih berkomunikasi sekitar pukul 1 siang waktu Indonesia barat.

“Ia meminta suami untuk menjaga anak-anak dan mohon didoakan,” katanya. 

Saparini, tetangga yang ramah

Saparini Baharuddin Abdullah (50) adalah warga Medan. Ia bersuamikan Ngatirin dan memiliki 3 anak dan 2 cucu. 

Ia pergi ke Mekkah bersama sahabatnya Painem. Mereka sudah bersahabat sejak puluhan tahun. 

Dalam kesehariannya, Saparini dikenal ramah. “Ibu itu orangnya ramah, kalau ada acara di rumah pasti selalu mengantar makanan ke semua tetangga. Yang jauh pun juga kebagian,” kata salah seorang tetangganya.  

Masnauli Hasibuan dan mimpi dikebumikan di tanah air 

Masnauli Hasibuan (58) adalah Desa Sisoma Kecamatan Sosa  warga Kabupaten Padang Lawas. Ia bersuamikan almarhum Abdul Nasution dan memiliki 6 anak: Nur Habiba (41), Dirman Nasution (38), Gabena Nasution (35), Jummiati (30), Siti Eslina (27) dan si bungsu Salmaida (25). 

Dalam kesehariannya, Masnauli selalu mengatakan pada anaknya, ia ingin ke Mekah dan pulang dalam keadaan sehat. Kemudian meninggal di tanah air. 

Tapi harapannya pupus, ia tertimpa crane dan meninggal di Mekah. Sesuai peraturan, ia harus dikebumikan di tanah suci tersebut.  

Nurhayati Rasad Usman, si nenek yang bugar  

Nurhayati Rasad Usman (65) adalah warga Bukittinggi, Sumatera Barat. Ia adalah janda dan memiliki tiga anak. 

Menurut Ketua Ikatan Keluarga Tanjung Raya (IKTR) di Bukittinggi, Edison, Nurhayati memiliki fisik yang prima dan tidak tidak pernah mengidap penyakit yang serius.

“Keluarga korban telah pasrah menerima musibah ini. Keluarga korban juga telah diberitahu bahwa jenazah Nurhayati telah dimakamkan di Mekkah,” kata Edison.

Siti Rukayah Abdu Samad, sang ketua Muslimat NU 

Siti dikenal sebagai guru agama di salah satu SMP negeri di Kepanjen, Malang, Jawa Timur. Wanita berusia 50 tahun itu juga tercatat sebagai Ketua Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) di Kecamatan Ngajum.

Setiap petang, 16 murid Siti diajar mengaji dan membaca Al-Qur’an di rumahnya di Desa Banjarsari, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang.

 

Sonia, murid Siti yang masih duduk di kelas 3 SD, Sonia, mengingat sosok guru ngaji mereka seorang yang selalu hadir di musholla setiap sore untuk mengajar mereka mengaji. Tak jarang pula Siti mengajak mereka makan bersama dan memberi uang saku.

Sebelum berangkat untuk menunaikan ibadah haji, seorang santri lain bernama Ella, mengaku selalu mengingat pesan Siti. “Ibu berpesan agar selalu mengaji dan menjadi anak yang baik dan soleh. Harus belajar juga biar pintar di sekolah,” kata Ella yang diamini teman-temannya.—Rappler.com

BACA JUGA

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!