
JAKARTA, Indonesia — Buat jemaat GKI Yasmin, berdoa tak henti-henti agar gereja dibuka segelnya adalah sesuatu yang biasa. Yang tidak biasa adalah ketika seorang tokoh agama Islam, memimpin pembacaan Al Fatihah tujuh kali agar pemerintah mau membuka segel gereja tersebut.
“Saya minta kepada teman-teman muslim, baik muslim administratif maupun simbolik, untuk membacakan Al Fatihah tujuh kali,” kata Aan Anshori, Ketua Jaringan Islam Anti Diskriminasi.
“Itu di tradisi NU mengirim Al Fatihah tujuh kali, agar Pak Kapolri, Menkopolhukam, Pak Presiden dan Pejabat yang berwenang punya keberanian menegakkan keadilan dan kebenaran.”
Lalu melantunlah Al Fatihah dari pengeras suara dan para muslim yang menghadiri ibadah Minggu GKI Yasmin ke 100 kali di seberang istana.

Perjuangan GKI Yasmin memang bukan milik mereka sendiri. Di tengah intoleransi yang terus menguat, beberapa kelompok minoritas menggandengkan tangan untuk bersama melawan penindasan.
Mereka menyerukan pemerintah untuk membuka segel gereja yang sudah empat tahun terpasang. Gereja ini sudah mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) namun kemudian dibatalkan oleh mantan Wali Kota Bogor Diani Budiarto. Belakangan, Mahkamah Agung memenangkan GKI Yasmin, namun Pemerintah Kota Bogor menolak membuka segel.
Tiap minggu mereka beribadah di rumah-rumah jemaat bergantian. Tiap dua minggu sekali, ibadah dilakukan di seberang istana. Di ibadah yang ke-100 ini, jemaat GKI Yasmin mengundang Presiden Joko “Jokowi” Widodo. Mereka menyediakan kursi berwarna merah, dan di atasnya diletakkan papan nama dari kertas “Presiden RI.”
Jokowi tidak datang. Namun kritik untuk dia dari berbagai pihak terus mengalir karena membiarkan penyegelan rumah ibadah secara ilegal selama bertahun-tahun.
“Saya sengaja tidak membuka poster ini karena saya ingin mengimbau Presiden Jokowi,” kata Lily Wahid, mantan anggota DPR yang adalah adik kandung mantan Presiden Abdurrahman Wahid.
“Saya berharap dengan kita berkumpul hari ini Allah membuka hati Presiden Jokowi dan jajaran yang berkepentingan dengan kita, maksud saya Menteri Kehakiman untuk membuka segel gereja. Segel menunjukkan kita belum berdaulat terhadap diri sendiri.”
Ketua Dewan Pembina Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Nursyahbani Katjasungkana juga menyalahkan penguasa untuk penyegelan gereja.
“Kita bertahun-tahun menyaksikan bahwa penegakan hukum di negeri kita ini masih sangat lemah, karena justru panglima dan pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab justru melanggar hukum itu,” kata Nursyahbani.
Mariana Amirudin dari Komnas Perempuan juga mengkritisi pemerintah karena penyegelan ini dianggap menghalangi kebebasan beribadah.
“Saya pun sampai sekarang masih sulit memahami kenapa hal simple mencabut segel sangat susah. Bagaimana negara bisa mengatakan kami negara beragama, kalau tidak ada rumah ibadah?”
Aan memberikan jawabannya. Menurut dia Indonesia berada di dalam situasi psikologis yang menderita semacam inferiority complex ketika berhadapan dengan kelompok intoleran.
“Saya jalan kaki dari Gambir ke sini, saya selalu melihat ke sana (istana) dan berharap Jokowi dengan malu-malu ke jendela dan berkata ‘Ada apa kok ramai-ramai, dan kemudian terketuk dan ke sini untuk mengatakan apa masalah kalian?’” kata Aan.
“Jokowi dipilih rakyat agar mampu melaksanakan konstitusi. Muslim sejati itu mengatakan yang benar adalah benar, yang salah adalah salah. Pemimpin yang baik harus sensitif, tidak perlu sampai diprotes berkali-kali.” — Rappler.com
BACA JUGA:
- Siswa SMP kirim surat ke Jokowi minta buka GKI Yasmin
- Peringatan kemerdekaan bagi mereka yang terpinggirkan
- Kelompok intoleran tolak penganut Syiah dikubur di kampung halamannya sendiri
There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.