Seberapa siapkah Indonesia hadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN?

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Seberapa siapkah Indonesia hadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN?

AFP

Korupsi masih jadi hambatan utama investor kepada Indonesia jelang MEA 2015

JAKARTA, Indonesia — Pemberlakuan kawasan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tinggal menghitung hari. MEA akan mulai efektif pada 31 Desember tahun ini. 

Daerah-daerah mulai berbenah, mulai dari mempercepat urusan birokrasi hingga jaminan transparansi. 

Wali Kota Surabaya terpilih Tri “Risma” Rismaharini merupakan salah satu kepala daerah yang “menjual” platform ini.

Dalam wawancara dengan Rappler usai menggunakan hak pilihnya pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak, 9 Desember lalu, Risma mengatakan kini saatnya Surabaya bukan bersaing dengan Jakarta, melainkan Singapura. 

Risma menyebut Surabaya sudah mendapat kredit peringkat A++ untuk urusan pengelolaan keuangan pemerintah daerah yang sudah bisa diakses secara online oleh pebisnis. “Jadi rating kita sudah hampir sama dengan Singapura,” kata Risma meyakinkan. 

Keunggulan lainnya, menurut Risma, Surabaya adalah poros dunia. “Jalur Eropa, jalur Afrika, benua Australia, dan Asia itu lebih dekat lewat Surabaya. Selama ini kan lewat Singapura,” katanya. 

Untuk itu, Risma sudah mempersiapkan bukan hanya single window policy yang sudah diakui secara nasional dan membawanya meraih Bung Hatta Anti-Corruption Award, tapi juga program nyata hingga ke pelosok-pelosok kampung. 

“Saya menyiapkan konsep di kampung-kampung yang gunanya memang meningkatkan agar warga bisa bersaing di MEA,” katanya. Detil programnya masih ia rahasiakan. 

Selain itu, Risma juga sudah menyiapkan program “proteksi” untuk warganya. Surabaya akan mandiri memenuhi kebutuhan dasarnya kebutuhan tenaga kerjanya. “Kalau sudah dipenuhi warga kita sendiri, orang asing tidak perlu masuk,” katanya.

Investor tak melihat skala daerah, tapi nasional

Jika Risma percaya diri akan membawa Surabaya mampu bersaing dengan Singapura, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dzulfian Syafrian mengatakan pertimbangan geografis dan single window saja tidak cukup. 

“Investor juga melihat data ekonomi nasional secara makro,” kata Dzulfian pada Rappler beberapa waktu lalu.

Menurutnya, para investor ini hampir tak punya banyak waktu melihat satu per satu data di daerah, karena jumlah kota di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) mencapai ratusan. 

Secara makro, investor akan melihat fluktuasi rupiah, inflasi, hingga pertumbuhan ekonomi. 

“Seperti orang yang melamar pekerjaan, investor hanya akan men-screening CV (curriculum vitae) saja,” katanya. 

 

Korupsi masih jadi hambatan utama

Selain itu, isu yang penting adalah soal korupsi di birokrasi. Itu akan jadi salah satu pertimbangan utama para investor. 

“Kalau sogok kanan dan kiri, itu high cost economy,” katanya. 

Apalagi, hasil survei indeks persepsi korupsi yang dikeluarkan Transparency International Indonesia (TII) pada 15 September lalu, menunjukkan bahwa integritas Kepolisian RI paling buruk. Artinya paling rawan terjadi suap.

Dengan dasar penilaian insiden penyuapan dalam 12 bulan terakhir, instansi pusat yang memiliki risiko pelanggaran integritas publik adalah Polri dengan jumlah 48 kejadian.

Selengkapnya dapat dibaca di sini.

Tidak heran, kata Dzulfian, jika Indonesia hanya mendapat peringkat di atas 100 untuk urusan kemudahan berbisnis, dibanding Singapura yang mendapat nomor satu. 

Dzulfian menambahkan, janji paket kebijakan ekonomi Presiden Joko “Jokowi” Widodo juga mencemaskan para investor. Mampukah birokrasi menjalankan? Evaluasi pun belum dilakukan. 

Mengapa evaluasi ini perlu dipertanyakan?

“Karena paket pemerintah kemarin kayak program pembuatan rel kereta api Bandung-Bondowoso yang harus dikebut. Kayak superman, misal perizinan enam hari langsung jadi 6 jam,” katanya. 

PAKET EKONOMI. Presiden Joko Widodo, didampingi sejumlah menteri, meluncurkan paket ekonomi di Istana, Rabu, 9 September 2015. Foto dari Twitter @Jokowi

Pengamat INDEF lainnya, Imaduddin Abdullah, menambahkan bahwa fokus pemerintah pusat saat ini sedang “berhias” agar bisa merebut investor.

“Kalau kita gagal merebut investor, maka investor akan memilih buka bisnis di negara tetangga dan menjual produknya ke Indonesia,” kata Imaduddin. 

“Jadi Indonesia hanya akan dijadikan pasar saja,” katanya. 

Dengan perbandingan jumlah penduduk sebanyak 250 juta, dibanding negara lain yang tidak sampai seratus juta, Indonesia memang menjadi pasar yang empuk bagi investor nanti. 

Indikasi bahwa Indonesia akan jadi pasar yang empuk, menurut Dzulfian adalah rasio ekspor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang hanya mencapai 25 persen, kadang tak sampai. Sedangkan Singapura lebih dari 100 persen. 

“Ini berarti menunjukkan ekonomi Indonesia sangat mengandalkan konsumsi di bidang domestik. Kalau rasio ekspor kita terhadap PDB tinggi, maka kita bisa mengandalkan produksi barang sendiri, tidak tergantung, karena itu kita ekspor,” katanya.  

Apa yang harus dibenahi pemerintah selanjutnya? 

“Simpel. Pertama, benahi regulasi dan bikrokrasi, semua itu harus disikat,” Dzulfian. 

Kedua, katanya inovasi di daerah seperti Surabaya harus didukung oleh pusat. “Sinkronisasi regulasi pusat dan nasional. Karena ini kan pemerintah sudah ada keinginan, tapi permasalahannya eksekusi dan regulasi ujungnya banyak di level daerah,” katanya. 

Pada paket kebijakan ekonomi kemarin, banyak regulasi daerah yang tidak diinginkan pemerintah pusat sehingga harus dipotong, ini berarti tidak sinkron apa yang diinginkan pemerintah pusat dan daerah,” katanya. 

Ketiga, melaksanakan agenda deregulasi dan debirokrasi, karena itu adalah bottleneck atau kendala utama dalam sisi supply alias arus barang dan jasa. 

Setelah itu, Indonesia baru bisa menjadi pemain utama di MEA. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!