Pemblokiran Netflix bukan solusi, hanya timbulkan masalah baru

Audi Eka Prasetyo

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pemblokiran Netflix bukan solusi, hanya timbulkan masalah baru
Apakah pemblokiran Netflix adalah langkah yang tepat dari LSF dan pemerintah Indonesia?

Pada perhelatan CES 2016 awal Januari ini, muncul sebuah kabar gembira yang mungkin dinanti oleh sebagian netizen Indonesia: Netflix sudah resmi hadir di Tanah Air. 

Pengumuman yang dilakukan oleh CEO Netflix Reed Hastings ini menjadi momen awal tahun 2016 yang sangat indah bagi para penikmat film dan serial televisi di negara kita.

Namun kebahagiaan itu berpotensi sirna. Apa sebab? Lembaga Sensor Film (LSF) merekomendasikan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memblokir Netflix di Indonesia. 

Alasannya? Menurut LSF, karena Netflix belum mengajukan permohonan sensor untuk konten-kontennya.

Apa dasar pemblokiran ini?

Perlukah sensor untuk konten layanan streaming seperti Netflix? 

Kalau jawaban kamu adalah perlu, baiklah sekarang saya coba bertanya hal lain. Perlukah sensor untuk konten dari YouTube? 

Meskipun tidak sepenuhnya legal, kamu dapat dengan mudah menemukan film dan serial televisi di YouTube yang bebas dari sensor.

Sebelum menelaah hal ini lebih lanjut, ada baiknya kamu tahu undang-undang yang menjadi dasar langkah LSF ini.

Undang-Undang No. 33 tahun 2009 Bab VI Pasal 57: Setiap film dan iklan film yang akan diedarkan dan atau dipertunjukkan wajib memperoleh surat tanda lulus sensor.

Berdasarkan peraturan tertulis tersebut, LSF berharap agar Kemkoninfo segera memblokir layanan streaming legal ini. 

Mungkin kamu bertanya, mengapa tidak menerapkan metode pemburaman seperti yang telah diterapkan pada film kartun Barbie di televisi Indonesia?

Jika sebuah film terlalu banyak menampilkan adegan yang mendorong kekerasan, judi, dan penyalahgunaan narkotika, LSF berhak untuk menolak proses sensor. Artinya, film tersebut otomatis tidak dapat tayang di Indonesia karena tidak mendapatkan surat tanda lulus sensor.

Karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Akhirnya Netflix pun harus harap-harap cemas juga apakah mereka akan bernasib sama seperti Vimeo.

Kini kamu tahu alasan di belakangnya. Namun, menurut pendapat saya, pemerintah sebaiknya merevisi undang-undang ini di era globalisasi dan serba teknologi seperti ini.

Penikmat Netflix adalah orang yang cerdas

Perlu kamu tahu, cukup sulit untuk dapat menikmati layanan Netflix ini. Kamu harus memiliki koneksi Internet yang unlimited dan cukup kencang, bahkan untuk streaming resolusi 480 pixel yang paling rendah sekali pun. Layanan ini juga tidak gratis. Kamu harus memiliki kartu kredit untuk berlangganan.

Menurut saya, penikmat Netflix adalah orang yang sudah dapat menentukan mana yang baik dan buruk.

Parental control di Netflix benar-benar berguna dan dapat diterapkan secara nyata. Foto dari Tech in Asia

Netflix sendiri juga cerdas. Mereka sadar efek negatif jika film atau serial televisi dengan unsur-unsur dewasa disaksikan oleh anak-anak. Oleh karena itu, mereka juga menyediakan parental control menggunakan PIN dengan empat tingkat usia. Berikut adalah tingkatan usianya:

 

  • Little Kids: Film dan serial televisi yang pantas ditonton segala usia
  • Older Kids: Film dan serial televisi yang pantas ditonton untuk anak yang lebih tua
  • Teens: Film dan serial televisi yang pantas ditonton untuk remaja
  • Adults: Film dan serial televisi yang memiliki konten dewasa di dalamnya

 

Jika kamu sudah berkeluarga dan punya anak, kamu dapat berperan seabagai lembaga sensor di rumah. Kamu dapat menentukan sendiri kategori yang pantas untuk ditonton oleh seluruh anggota keluarga. Rasanya LSF tidak perlu khawatir, karena layanan ini dilengkapi fitur untuk mencegah agar anak di bawah umur tidak mengakses konten dewasa.

Pemblokiran Netflix = Mempermudah celah bajakan?

Kamu tentu tahu bahwa pembajakan adalah hal yang masih marak di negara berkembang seperti Indonesia. Namun, pernyataan minggu lalu dari 3DM—tentang semakin sulitnya membajak game—seperti menjadi titik terang bagi isu game bajakan. Oleh karena itu, tolong jangan blokir Netflix yang bisa menjadi titik terang dalam kasus pembajakan film.

Sebuah serial televisi yang hanya kamu nikmati di Netflix, dan tidak di TV kabel apapun. Foto dari Tech in Asia  

Kehadiran Netflix seperti memberikan kesempatan kedua bagi para penikmat film dan serial televisi bajakan untuk kembali ke “jalan yang benar.” Dengan menebus Rp 109.000 per bulan, kamu dapat menonton dua serial televisi rekomendasi saya, Jessica Jones dan Daredevil, secara legal seharian.

Dapat kamu bayangkan apabila Netflix diblokir? Meskipun masih ada alternatif lain untuk streaming film secara legal lewat Google Play Store, namun harga berlangganan Netflix relatif lebih murah.

Google Play Store pun tidak menyediakan serial televisi. Layanan TV kabel juga belum merata ke semua daerah di Indonesia. Akhirnya, pilihan terakhir (lagi-lagi) jatuh kepada mengunduhnya secara ilegal.

Apakah menurut kamu pemblokiran Netflix adalah langkah yang tepat? Selagi menunggu kartu kredit baru saya datang, mari berdiskusi tentang masa depan hiburan digital di Indonesia. —Rappler.com

Tulisan ini sebelumnya diterbikan di Tech in Asia.

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!