Indonesia

Dobrak keterbatasan, kaum tunanetra Surabaya belajar bisnis online

Amir Tedjo

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Dobrak keterbatasan, kaum tunanetra Surabaya belajar bisnis online
Bisnis online cocok untuk penyandang tunanetra dan peluangnya menjanjikan. Sayang, perangkat lunaknya masih mahal.

SURABAYA, Indonesia – Enam orang itu duduk di depan laptop masing-masing. Walau terkadang mata mereka tidak menatap ke layar laptop, mereka serius mendengarkan suara yang keluar dari laptop melalui earphone atau dengan mengeraskan volume speaker. 

Dari laptop masing-masing memang mengeluarkan suara seperti orang yang sedang membaca tulisan dengantempo cepat. Logatnya pun lebih mirip bahasa Inggris. Namun demikian, mereka tidak mengalami kesulitan berarti mengikuti suara tersebut.

Ke-6 orang itu adalah penyandang tunanetra yang sedang menjalani pelatihan bisnis online di Politeknik Elektro Negeri Surabaya (PENS). Dengan bantuan perangkat lunak pembaca layar bernama Jaws, mereka belajar berbisnis online. 

Perangkat lunak Jaws yang memandu mereka menjalankan laptop dengan mengeluarkan suara dari semua tulisan yang berada di layar laptop.

Namun jangan dibayangkan para penyandang tunanetra ini berjualan online seperti layaknya jualan online berupa barang. Para penyandang tuna netra sedag menjajal bidang yang belum banyak dijamah orang Indonesia, yaitu berjualan tulisan dan artikel. Tulisan-tulisan ini yang kemudian akan mereka jual di banyak forum, salah satunya adalah ads.id

“Peluangnya masih sangat terbuka. Potensi pendapatannya pun cukup besar, bergantung keaktifan para peserta untuk membuat dan memperbarui tulisan,” kata Aliv Faizal, salah satu instruktur dari PENS, pada Rabu, 27 April.

Kata Aliv, biasanya tulisan-tulisan itu akan dibeli blogger untuk ditampilkan di blog atau website mereka. Karena keterbatasan waktu biasanya para blogger ini memesan tulisan ke pihak lain untuk memperbarui blog atau website mereka. Tujuannya agar para blogger itu tetap bisa mendapatkan komisi dari pemasangan iklan oleh Google (AdSense). Karena hanya blog dan website yang selalu terbarui yang akan tetap mendapatkan AdSense.

“Mereka yang cacat kan hanya matanya. Namun otak dan tangan untuk berkarya membuat artikel atau tulisan, masih normal. Jadi apa salahnya mereka diberdayakan bisnis online dengan menjual tulisan,”ujar Aliv.

Senada dengan Aliv, Sugi Hermanto, Ketua Lembaga Pemberdayaan Tunanetra mengatakan, bisnis online semacam ini patut dicoba kepada para tunanetra. Tujuannya agar mereka tak terjebak pada tiga pekerjaan yang selama ini identik dengan para tunanetra, yaitu tukang pijat, musisi dan pengajar.

“Apalagi teknologi informasi sudah demikian terbuka untuk para tunanetra dengan adanya program Jaws ini,” kata dia.

Pekerjaan menjadi penulis dianggap sesuai dengan para penyandang tunanetra karena tidak membutuhkan mobilitas yang tinggi dan bisa dikerjakan di rumah saja. Sayangnya, meski bisa menjadi peluang, tidak semua bisa mengaksesnya. Pasalnya masih terkendala pada mahalnya harga perangkat lunak Jaws. 

“Harga software aslinya saja bisa mencapai Rp 25 juta. Itu yang masih menyulitkan bagi kaum tunanetra untuk belajar komputer,” ujar Sugi yang menderita low vision sejak usia setahun karena kejang-kejang. 

Perhatian pemerintah kepada penyandang tunanetra dianggap masih kurang. Jangan memberikan bantuan perangkat lunak untuk para tunanetra. Data pasti soal berapa jumlah penyandang tunanetra pun saat ini masih belum ada. Dalam formulir sensus penduduk, sebenarnya ada pertanyaan soal disablitas, namun itu tak pernah ditanyakan oleh petugas sensus. 

“Tak heran jika kita tak pernah dianggap, dalam hal pemenuhan fasilitas publik karena memang ianggap tak ada,” ujar dia. – Rappler.com   

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!