Indonesia

5 hal mengenai Halimah Yacob, Presiden perempuan pertama Singapura

Bernadinus Adi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

5 hal mengenai Halimah Yacob, Presiden perempuan pertama Singapura
Walau terpilih tanpa melalui proses pemilu, namun Halimah Yacob berjanji akan menjadi Presiden bagi semua warga Singapura

JAKARTA, Indonesia – Warga Singapura akan memiliki Presiden yakni Halimah Yacob baru pada Kamis, 14 September. Halimah rencananya diambil sumpah sebagai Presiden perempuan pertama dan dari etnis Melayu pada hari ini di Istana pada pukul 18:00 waktu setempat.

Kendati tidak dipilih melalui pemilu seperti Presiden sebelumnya, namun perempuan berusia 62 tahun itu berjanji akan melayani semua warga Singapura tanpa terkecuali. 

“Saya tahu sebagian orang meragukan mengenai pemilu yang sudah disiapkan, namun saya tetap Presiden bagi semua orang dan saya berniat untuk melayani tanpa ada keraguan dan pertanyaan,” ujar Halimah usai dinyatakan sebagai Presiden pada Rabu kemarin seperti dikutip media.

Halimah sadar betul bahwa kemampuannya diragukan karena ia menang bukan karena mengantongi suara warga melalui pemilu. Mantan Ketua DPR itu bisa menang, karena empat kandidat lainnya yang juga berasal etnis Melayu tidak memenuhi proses kualifikasi oleh penyelenggara pemilu.

Melihat fakta itu, Departemen Pemilu Singapura hanya mengeluarkan satu Certificate of Eligibility untuk Halimah. Ia pun berjanji akan membuktikan memiliki kemampuan sama seperti para pendahulunya. Siapa Halimah, perempuan yang pernah membantu ibunya berjualan nasi padang untuk bertahan hidup? Berikut lima fakta mengenai Halimah: 

1. Tinggal di rumah susun

Halimah tinggal di sebuah rumah susun milik pemerintah di Yishun. Rumah susun dengan 5 kamar tidur tersebut dihuni Halimah sejak ia terpilih menjadi Ketua Parlemen pada 14 Januari 2013.

Perempuan kelahiran 23 Agustus 1954 ini tinggal di rumah susun bersama suaminya, Mohammed Abdullah Alhabshee, dan 3 dari 5 anaknya.

“Lebih dari 80% warga Singapura tinggal di rumah susun, dan jika itu cukup baik bagi mereka, maka itu cukup baik bagi saya” ujar Halimah seperti dikutip media.

Halimah sudah menghuni rumah susun tersebut sejak 1983, dan mengatakan akan tetap menghuni rumah tersebut meski sudah dilantik menjadi presiden.

“Seperti yang kalian lihat, saya masih tinggal di Yishun, seperti yang Anda dapat lihat. Ada begitu banyak jurnalis yang menanti saya di lantai dasar, jadi mereka tahu saya masih tinggal di sini,” kata Halimah sambil tersenyum kepada media.

Suaminya pun ikut menimpali bahwa rumah susun yang mereka huni memiliki lima kamar tidur dan tidak kalah besar dari Istana.

2. Semua serba pertama

Menjadi yang pertama untuk banyak hal tidaklah mengherankan untuk perempuan berdarah Malaysia-India ini. Pada 14 Januari 2013 dirinya dipilih oleh Perdana Menteri Lee Hsien Loong untuk menjadi Ketua Parlemen. Pelantikan itu membuat Halimah menjadi Ketua Parlemen perempuan pertama di Singapura.

Alumni Universitas Negeri Singapura merupakan Ketua Parlemen ke-9, yang akhirnya mengundurkan diri karena maju dalam pemilihan presiden pada 7 Agustus 2017. Halimah juga menjadi presiden Muslim dan perempuan pertama di Singapura, setelah dilantik pada 14 September.

Bahkan, ia juga pernah menjadi perwakilan Singapura pertama di organisasi internasional buruh (ILO) pada tahun 1999-2001. 

3. Kandidat Presiden yang layak

Dalam pencalonannya menjadi presiden, Halimah harus bersaing melawan 2 calon lain, yaitu Mohammed Salleh Marican (67), yang merupakan Chief Executive dari Second Chance Properties, dan Farid Khan (61), yang merupakan Chairman dari Bourbon Offshore Asia Pacific. Kemenangan telak pun diraih Halimah, paska hanya dirinyalah yang mampu mendapatkan surat kelayakan. 

Hal tersebut dikonfirmasi Departemen Pemilu Singapura pada Senin 11 September. Sistem pemilihan presiden di Singapura tergolong unik, karena sistem pemilihan tersebut memastikan calon dari ras tertentu untuk dapat mencalonkan diri, sebagai representasi dari kaum minoritas.

4. Pernah berjualan nasi padang

Lahir dari keluarga yang kurang mampu, Halimah tetap mencoba meraih pendidikan di bangku kuliah. Dirinya berhasil masuk di Universitas Negeri Singapura setelah mendapat bantuan biaya dari Islamic Religious Council of Singapore sebesar SGD1.000. Selain itu, bantuan juga datang dari sang kakak yang memberikan SGD 50 setiap bulannya untuk biaya kuliah Halimah.

Bahkan, ketika ayahnya meninggal ketika ia masih berusia 8 tahun, Halimah kecil harus membantu sang ibu untuk berjualan nasi padang. Ia ikut mencuci, membersihkan meja dan melayani pelanggan di kedai kecil milik ibunya.

Sementara, untuk menunjang biaya kuliahnya, Halimah memilih bekerja di perpustkaan.

5. Diprotes sebagian warga Singapura

Terpilihnya Halimah sebagai Presiden tanpa melalui proses pemilu membuat opini publik terbelah. Ada yang mendukung dan turut berbahagia karena akhirnya memiliki Presiden perempuan, namun tidak sedikit yang meragukan kemampuannya.

Sebagian pihak bahkan berpikir ada campur tangan Partai Aksi Rakyat (PAP) dalam mengubah aturan pemilu, sehingga seolah Undang-Undang mengharuskan Presiden selanjutnya harus berasal dari etnis Melayu. Sebagian lagi menilai upaya ini sengaja dilakukan untuk menjegal langkah mantan kandidat Presiden yang ikut bertarung di tahun 2011 Tang Cheng Bock untuk ikut kembali dalam Pilpres. Pada pemilu sebelumnya, ia nyaris mengalahkan Presiden Tony Tan. 

Seorang penulis bernama Alfian Sa’at justru menyayangkan jika Presiden Singapura justru terpilih tanpa melalui pemilu. Pasalnya, dengan adanya pemilu dapat menjadi sistem pemeriksaan terhadap pemerintah. Baginya, Halimah merupakan Presiden palsu. 

“Jika menilik empat Presiden sebelumnya, maka mereka berasal dari Menteri Partai Aksi Rakyat atau dari kalangan pejabat pemerintahan,” tulis Alfian di akun media sosialnya. 

Maka, tak heran jika tagar #NotMyPresident sempat bergema selama dua hari berturut-turut di Negeri Singa. Sistem pemerintahan yang diadopsi di Singapura adalah parlementer, artinya yang memimpin jalannya roda pemerintahan adalah Perdana Menteri. Presiden hanya menjadi simbol negara. Namun, ia memiliki kewenangan untuk memveto pejabat atau Menteri yang dipilih oleh Perdana Menteri. 

 – Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!