Philippine basketball

Liverpool vs Leicester City: Duel tim monoton melawan tim labil

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Liverpool vs Leicester City: Duel tim monoton melawan tim labil
Satu tim tak bisa berubah dari gaya lawasnya. Satu tim lain masih seperti tim roller coaster.

JAKARTA, Indonesia — Leicester City mulai menghadapi musim yang berat. Setelah tahun lalu dilalui dengan sangat mulus di awal musim, tim berjuluk The Foxes itu kini menjalani liga dengan situasi yang berbeda. 

Tim-tim besar mulai kembali ke jalur juara. Tak ada lagi kekalahan dari tim-tim kecil yang dialami Manchester City, Manchester United, Chelsea, dan Arsenal. Musim ini, kompetisi sepak bola di negeri Ratu Elizabeth itu sudah kembali “normal”. Kisah David melawan Goliath yang diagung-agungkan musim lalu mulai tak terdengar bekasnya. 

Masalahnya, di saat tim-tim lain membangun kembali pasukannya, pasukan Claudio Ranieri itu tak membuat banyak perubahan dalam cara mereka bermain. Juru taktik asal Italia itu masih hanya mengandalkan bertahan rapat dan melakukan serangan balik cepat. 

Dalam laga melawan Arsenal, misalnya. Wes Morgan dan kawan-kawan meninggalkan Jamie Vardy di depan dan bertahan total. Saat permainan lawan berhasil diganggu, bola langsung dikirim cepat ke depan. 

Namun, skema tersebut tak bekerja. Garis pertahanan Arsenal turun sedikit ke dalam. Membuat Vardy tak bisa banyak bergerak di belakang para bek. Winger Riyad Mahrez yang biasanya meliuk-liuk menerobos pertahanan lawan mati kutu karena tekanan ketat bek The Gunners

Beruntung beberapa peluang tim London Utara itu gagal dikoversikan jadi gol. Leicester masih “selamat” dan bisa menyelamatkan mukanya di depan suporter sendiri. 

Skema permainan yang itu-itu saja sejatinya sudah dilakukan Ranieri di laga pembuka mereka melawan Hull City. Jika melawan Arsenal mereka lebih beruntung bisa bermain seri, kali ini mereka benar-benar tak berdaya. Tim berjuluk The Tigers itu mengalahkan Leicester 1-2. 

Dalam tiga laga perdana mereka musim ini, praktis pasukan Claudio Ranieri itu hanya sekali menang, yakni ketika melawan Swansea City (2-1). Rekor tersebut jelas berbanding terbalik dari kiprah mereka musim lalu. Mereka tak terkalahkan dalam 6 laga awal. 

Dan dalam situasi kali ini, Ranieri tampaknya tak bisa melakukan banyak perubahan. Salah satu penyebabnya, tak banyak pilihan talenta dalam rekrutmen pemain di bursa transfer musim panas lalu.

Nampalys Mendy didatangkan dari Nice untuk menggantikan Kante. Sedangkan winger Ahmed Musa didatangkan demi menambah pace di lini serang tim. Sementara itu, delapan pemain anyar lainnya tak banyak memberi variasi dalam permainan. 

Merekrut pemain “jadi” bagi Leicester memang mustahil. Begitu juga memaksa tim untuk bermain di luar kebiasaannya. Yang bisa dilakukan hanyalah memanfaatkan peluang-peluang kecil yang muncul karena kelengahan lawan.

Tentu saja Ranieri menolak anggapan tersebut. Menurut dia, Leicester tetap sebagai tim juara. Performa mereka memang sedang menurun.

“Musim lalu kami juara dan juara itu kami raih dengan kerja keras. Bukan semata keberuntungan,” kata Ranieri seperti dikutip BBC

Masalahnya, lawan yang akan dihadapi Leicester di pekan keempat, Sabtu, 10 September, pukul 23:30 WIB adalah Liverpool. Tak tanggung-tanggung, sang juara bertahan akan dijamu di Anfield. Dan ini adalah laga perdana mereka di kandang.

Memang, Liverpool musim ini tak kalah labil dengan Leicester. Dalam tiga laga awal, mereka menang, seri, dan kalah masing-masing sekali. 

Tapi, setidaknya Liverpool mulai menunjukkan karakter barunya musim ini: agresivitas. 

Di laga perdana, pasukan Juergen Klopp tersebut mengganyang Arsenal 4-3. Laga yang digelar di Emirates Stadium tersebut memamerkan gegen pressing dalam performa terbaiknya. Tim menyerbu dengan cepat saat bola dikuasai lawan dan secepatnya melakukan tembakan ke gawang lawan. 

Karena itu, tak heran mereka bisa unggul 2-1, 3-1, 4-1. Masalah mulai muncul di sektor belakang. Tim yang sangat agresif tersebut keropos. Mereka kerap lambat turun. Terutama sektor sayap yang seharusnya bisa turun lebih cepat. Hampir saja Arsenal menyamakan kedudukan sebelum akhirnya peluit akhir berbunyi. Laga pun berakhir 4-3. 

Performa Liverpool yang labil itu belum bisa ditangani Klopp. Namun, dalam laga malam nanti, mantan manajer Borussia Dortmund itu optimistis. Penyebabnya, mereka akan bermain dengan dukungan penuh seisi stadion.

“8 ribu orang akan mendukung kami. Itu kekuatan ekstra yang tak akan bisa mereka tandingi,” kata Klopp. —Rappler.com

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!