SEA Games

Melihat pelantikan Jokowi dari sudut pasar

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Melihat pelantikan Jokowi dari sudut pasar

EPA

Para pedagang pasar dan kaki lima di Jakarta menggantungkan harapan kepada Presiden Jokowi agar memerhatikan kesejahteraan rakyat kecil

 

Mang Pei membungkus 10 buah kue pancong pesanan saya, harganya 10 ribu rupiah. Lelaki asal Bogor itu tiap hari berjualan di dekat Pasar Tebet, Jakarta Selatan. Senin (20/10) pagi, sekitar pukul 09:30, saat semua perhatian tertuju ke gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Mang Pei setia menunggu pelanggan di pinggir jalan. 

Matahari mulai terasa hangat di kulit kepala. Saya bertanya ke Mang Pei soal harapannya ke Presiden Joko “Jokowi” Widodo yang resmi dilantik pagi itu untuk masa jabatan lima tahun ke depan. “Moga-moga Pak Jokowi bikin negara aman. Kerjaan bagus,” kata Mang Pei. 

Saat bertemu dengannya, saya sempat berkicau dan menyebutnya sebagai pedagang kue rangi. Mirip-mirip bentuknya dengan kue pancong, penganan khas Betawi yang terbuat dari tepung beras dan kelapa parut ini.

Sengaja saya mengunjungi Pasar Tebet untuk menikmati suasana pelantikan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Jokowi sendiri membangun reputasinya sebagai Walikota Solo karena keberhasilannya menata pasar dan pedagang kaki lima dengan pendekatan persuasif, kalau perlu melalui puluhan kali makan bersama. 

Mang Pei adalah pedagang kaki lima. Dia berjualan di pinggir jalan. Penghasilan kotornya sehari sekitar Rp 400 ribu. Untung bersih setelah dikurangi ongkos bahan dan transportasi sekitar Rp 200 ribu. Mang Pei menghidupi satu istri dan empat anak. Soal Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang hari itu mengakhiri masa jabatan 10 tahun sebagai kepala negara dan pemerintahan Indonesia, Mang Pei berkomentar singkat, “Bagus aja, Bu.”

Dari gardu jaga di pintu keluar bagian samping di Pasar Tebet pagi tadi, terdengar lantunan suara Iwan Fals, musisi kondang yang punya banyak penggemar fanatik. Lagu-lagu Iwan Fals sarat pesan politik dan demokrasi. Pagi tadi saya sempat mendengarkan penggalan lirik lagu “Politik Uang”:

Boleh saja partai ribuan jumlahnya
Tapi yang menang yang punya uang
Seorang cepek ceng sudah bisa jadi presiden
Begitulah cerita yang berkembang

Gontok gontokan sudah nggak musim
Adu doku ini yang ditunggu tunggu
Pemilu tempat berpestanya uang palsu
Habis kalau nggak gitu nggak lucu

Program program berseliweran
Seperti dongeng jaman kecil dulu
Walau ternyata hanya kibul doang
Tapi kampanye bikin hati senang

Boleh saja partai ribuan jumlahnya
Tapi yang menang yang punya uang
Seorang cepek ceng sudah bisa jadi presiden
Begitulah cerita yang berkembang

Gontok gontokan sudah nggak musim
Adu doku ini yang ditunggu tunggu
Pemilu tempat berpestanya uang palsu
Habis kalau nggak gitu nggak lucu

Program program berseliweran
Seperti dongeng jaman kecil dulu
Walau ternyata hanya kibul doang
Tapi kampanye bikin hati senang 

Bul kibul tak kibul kibul
Kibul diadu demi perkibulan
Ini sudah dari jaman baheula
Dari jaman raja raja sampai sekarang

Uang adalah bahasa kalbu
Santapan rohani para birokrat
Tentu saja tidak semuanya
Tapi yang pasti banyak yang suka 

Jangan heran korupsi menjadi-jadi
Habis itulah yang diajarkan
Ideologi jadi komoditi
Bisa diekspor ke luar negeri

Uang adalah bahasa kalbu
Santapan rohani rakyat dan wakil rakyatnya
Tentu saja tidak semuanya
Tapi yang pasti banyak yang suka

Jangan heran korupsi menjadi jadi
Habis itulah yang diajarkan
Ideologi jadi dagangan
Bisa diekspor ke luar negeri

Kepada dua tukang parkir yang sedang duduk di tangga dekat gardu jaga itu saya bertanya, “Ini sengaja memutar lagu Iwan Fals kenceng begini? Terdengar ke mana-mana?” 

Salah seorang menjawab sambil nyengir, “Iya, Bu. Kan hari ini Jokowi dilantik. Kagak ada tipi, pasang lagu-lagu aja deh.”

Saya merasa lirik lagu itu semacam friendly reminder, pengingat semua yang tengah berkumpul di Gedung MPR Senayan, menghadiri perhelatan bersejarah, pergantian kepemimpinan negeri.

Sambil memonitor linimasa Twitter, saya bergegas menuju ke dalam pasar. Ketua MPR Zulkifli Hasan sudah membuka acara sidang paripurna dengan pidato cukup panjang. Saya mampir menonton televisi di sebuah kios jahit yang dikelola suami-istri. 

“Ya, kita sih siapa yang jadi presiden nggak ngaruh. Yang penting bisa perbaiki ekonomi nggak? Moga-moga deh Pak Jokowi bisa ya,” kata sang istri yang tengah menjahit sebuah baju. Suaminya cuma senyum seraya menatap layar televisi 20 inci yang tengah menyajikan siaran langsung pelantikan Jokowi.

Di kios yang menjual macam-macam bahan kebutuhan pokok, tempat saya membeli macaroni pipa, radio disetel cukup keras. Mereka menyimak siaran langsung dari MPR. 

Salah satu pegawai kios saya tanyai, apakah akan ke Monas untuk ikut syukuran rakyat, makan bakso gratis? “Ah, ngapain. Malas desak-desakan,” kata dia.  

Kepada sejumlah media, panitia acara bilang mereka menyiapkan 149.500 porsi makanan ala pedagang kaki lima, yakni siomay, bakso, dan mie ayam.

Akhir bulan madu Jokowi?

Pasar Tebet Senin pagi itu agak sepi pengunjung. Jalanan dari kawasan Cawang ke Tebet juga relatif lancar. Saya berkunjung ke dua lagi pedagang di sana. Pendapatnya sama: sebagai pedagang pasar, mereka berharap ekonomi membaik di era Jokowi-JK. 

“Ya kalo bisa, sih, nggak ada kenaikan BBM,” kata mereka senada. 

Saya lantas mencoba mengajak diskusi, bahwa harga BBM Indonesia tergolong termurah di kawasan ini karena subsidinya tinggi: mencapai sekitar Rp 1 Trilyun per hari. Subsidi BBM dipandang membebani ekonomi negara ini. 

Terdiam sejenak, lantas ada tanggapan, “Ya dicari cara dong. Pak Jokowi punya cara kali?” 

Dalam beberapa kesempatan, sumber di Tim Transisi Jokowi mengatakan akan menurunkan beban subsidi dengan menaikkan harga BBM. Eksekusinya diperkirakan bulan November.

Kirab Budaya Senin siang itu begitu menggetarkan. Baru pertama kali seorang presiden, segera setelah dilantik lantas “bersentuhan dekat” dengan rakyat, dalam perjalanan dari Gedung MPR menuju Istana Merdeka. 

Jokowi-JK mendapatkan penghormatan luar biasa di sepanjang jalan. Senin malam itu sebuah konser yang dikemas dengan judul acara Syukuran Rakyat digelar di Taman Monas.

Hari itu rakyat makan gratis, bersuka ria punya pemimpin baru lantas menikmati sajian musik untuk bersukaria. Bulan depan, bagaimana reaksi mereka kala duet Jokowi-JK naikkan harga BBM? 

Saya tahu persis Wapres JK punya pengalaman “pasang badan” saat pemerintahan SBY-JK menaikkan harga BBM. JK punya formulanya, termasuk menaikkan harga BBM Jumat tengah malam dengan pemikiran libur akhir pekan mengurangi semangat orang ikut demo menolak kenaikan BBM.

Subsidi BBM ini menghantui 100 hari pertama masa bulan madu Pemerintahan Jokowi-JK dengan rakyat pemilihnya, yang saat Pemilu Presiden 2014 sekitar 53% dari jumlah pemilih. Sisanya memilih pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Di rak buku di rumah, sebuah buku berjudul “BBM, Antara Hajat Hidup dan Lahan Korupsi”, yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas pada tahun 2005, menarik perhatian saya. Buku itu terutama kumpulan berita yang dimuat di harian Kompas terkait dengan BBM. Tahun 2005, pemerintahan SBY-JK menaikkan BBM dua kali, yakni di bulan Maret dan Oktober.

Saya ingin membagi judul-judul artikel di buku ini kepada Anda:

“Paling Gampang Menaikkan BBM.”

“Kenaikan BBM dan Penderitaan Rakyat.”

“Delapan Kesalahan Dalam Salurkan Raskin.”

“Pertamina: Ladang Uang, Kepentingan dan Persoalan.”

“Kaum Intelektual, BBM dan Iklan Freedom Institute.”

“Revolusi Energi atau Mati.”

Dan banyak lagi. Ada 32 artikel di situ termasuk yang ditulis oleh ekonom Kwik Kian Gie dan pakar perminyakan Dr. Kurtubi. Buku itu mencatat suasana kebatinan yang terjadi kala SBY-JK menaikkan harga BBM, yang artinya mengurangi subsidi. Ada pro-kontra. Klasik. Dan bakal terus ada. Bagaimana kemampuan Jokowi-JK mengelola dampak kenaikan BBM nanti, menentukan kapan bulan madu berakhir atau jalan terus.

Jokowi pernah mengatakan subsidi akan dialihkan untuk benih dan atau bibit dan pupuk bagi petani.

Menurut Anda, kira-kira apa tanggapan, atau judul media saat Jokowi-JK umumkan kenaikan BBM? —Rappler.com

Uni Lubis adalah mantan chief editor news and current affairs di ANTV. Follow Twitter-nya @unilubis

Artikel ini sebelumnya diterbitkan di blog pribadinya di unilubis.com.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!