#PHVote

Guru dan orang tua adukan buku radikal ke MUI

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Di tengah kegalauan orang tua dan guru mengenai peredaran buku pelajaran agama radikal, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar menganggap sepi. "Dirobek ajalah," katanya.

BANDUNG, Indonesia [UPDATED] — Ajakan membunuh dalam sebuah buku Pendidikan Agama Islam untuk tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) meresahkan orang tua dan guru di Jawa Barat. Mereka memutuskan untuk mengadu ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat, menginginkan buku itu ditarik. 

“Dalam buku PAI (Pendidikan Agama Islam) ini ada paham radikalisme, kalau tidak menyembah Allah boleh dibunuh, kami ingin menyampakan masalah ini ke MUI Jawa Barat,” kata Koordinator Forum Guru dan Orang Tua Siswa Jawa Barat Iwan Hermawan di Kantor MUI Jawa Barat, 31 Maret 2015. 

Iwan menjelaskan buku yang menjadi bagian dari paket Kurikulum 2013 tersebut dinilai radikal karena memuat ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab, tokoh utama aliran Wahhabi. Pada halaman 170 buku itu terdapat ajaran bahwa umat Islam harus menyembah Allah. 

Isi lengkapnya adalah: “Yang boleh dan harus disembah hanya Allah SWT dan orang yang menyembah selain Allah SWT telah menjadi musyrik dan boleh dibunuh.”

“Saya kira, ajaran tersebut belum waktunya disampaikan kepada siswa SMA kelas XI,” ujar Iwan.

“Kami khawatir buku ini akan menimbulkan dampak intoleransi antar kehidupan beragama di Indonesia.”

(BACA: Polemik buku ‘radikal’ agama Islam: Siapa yang bertanggung jawab?)

 

Gubernur Jawa Barat diharapkan investigasi & tarik buku  

Iwan mengatakan bahwa forum tersebut mengharapkan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan untuk menginstruksikan penarikan buku dari seluruh SMA dan sekolah kejuruan setingkat SMA di Jawa Barat. 

“Kami juga meminta agar pemerintah mengusut kontributor naskah, tim penelaah dan para pejabat Kemendikbud yang ikut bertanggung jawab atas diterbitkannya buku tersebut,” ujar Iwan.

Menurutnya, pemerintah harus membentuk penilai buku paket, buku pengayaan dan buku referensi di tingkat provinsi dan kabupaten atau kota. 

“Sementara di tingkat sekolah diberi kewenangan untuk menelaah semua buku yang akan digunakan di sekolah,” kata Iwan.

Sejalan dengan itu, Iwan mengharapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk berkoordinasi dengan Kementerian Agama dalam penerbitan buku Pendidikan Agama Islam. 

Buku tersebut sudah beredar sekitar 1.700 eksemplar di Kota Bandung. 

“Sebanyak 440 eksemplar ditemukan Di SMAN 9 Kota Bandung, di SMKN 2 Kota Bandung 502 dan SMKN 3 Kota Bandung ada 800. Itu baru di tiga sekolah,” kata Iwan yang juga Wakil Kepala Sekolah SMAN 9 Bandung.

MUI akan kirim surat ke gubernur Jawa Barat 

Sekretaris Umum MUI Jawa Barat Rafani Achyar mengatakan akan mengirim surat kepada Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan agar menarik buku tersebut di sekolah-sekolah.

“Ya, kami menilai kalau buku ini memuat bibit radikalisme,” kata Rafani.

“Kami dulu mengusulkan supaya buku agama itu melibatkan tim keagamaan seperti dari MUI atau tokoh agama. Sampai sekarang belum.”

Wagub Jabar: Robek ajalah! 

Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar menanggapi enteng beredarnya buku pelajaran bermuatan radikal tersebut. 

“Saya belum dapat laporan. Tapi ini kan sudah berkali-kali. Ada buku porno lah, apalah. Tinggal dirobek ajalah, tinggal ditarik,” kata Deddy kepada wartawan di Bandung. 

“Saya belum bisa berkomentar lebih lanjut. Tapi (adanya paham radikal dalam buku) itu tidak benar,” pungkas Deddy.

Aher tarik buku radikal

Gubernur Ahmad Heryawan dikabarkan sudah meminta buku pendidikan agama yang dinilai radikal ditarik dari peredaran. “Saya sudah meminta Dinas Pendidikan untuk segera berkoordinasi dengan kabupaten/kota untuk segera menarik buku itu,” kata Aher, sapaan akrabnya, di Bandung, Kamis, 2 April.

“Segera kita laksanakan,” sambungnya.

Ia mengatakan, pemerintah provinsi juga menunggu keputusan MUI. “Kalau urusannya pornografi kita bisa, tapi kalau pemahaman agama, itu MUI yang lebih berhak menentukan,” kata Aher seperti dikutip Tempo.co.

“Saya manut MUI saja, soal mana yang masuk radikal, mana yang boleh, mana yang merusak pikiran,” pungkasnya.
—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!