#PHVote

Johan Ekengård, ayah di Swedia yang memanfaatkan ‘paternal leave’ dengan tepat

Rika Kurniawati

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Johan Ekengård, ayah di Swedia yang memanfaatkan ‘paternal leave’ dengan tepat
Fotografer asal Swedia, Johan Bävman, memotret keseharian para ayah. Johan Ekengård menjadi salah satu subjeknya

JAKARTA, Indonesia — Apa yang terlintas di benak ketika mendengar kata “Spotify”? Tahukah kamu bahwa aplikasi streaming musik yang mendunia itu berasal dari Swedia? 

Swedia juga merupakan asal dari merek dagang lain, seperti busana H&M, perabotan IKEA, dan juga aplikasi obrol dan webcam, Skype yang telah dibeli oleh Microsoft. 

Bagi kalian pengguna TransJakarta mungkin kerap melihat nama Scania di belakang bus. Ya, Scania merupakan perusahaan produsen bus dan truk asal Swedia. 

Selain merek-merek dagang itu, Swedia ternyata mempunyai hal lain yang menarik, khususnya dari segi pelayanan masyarakat. 

Pemerintah Swedia memberikan alokasi waktu kepada ayah dan ibu yang baru mempunyai bayi, untuk libur kerja dan secara bersamaan akan diberikan insentif. Sistem itu bernama “paternal leave yang resmi menggantikan maternal leave (hanya untuk ibu/cuti hamil dan melahirkan) pada 1974. 

Dengan kata lain, setelah 1974, Swedia telah memudarkan stereotip bahwa hanya wanita yang wajib mengurus anak. 

“Sistem kesejahteraan itu mempromosikan keseimbangan kehidupan dan pekerjaan. Hal itu menjadi faktor penting dari terciptanya kesetaraan gender di Swedia,” seperti yang dikutip dari situs resmi pemerintah Swedia

Sistem itu dinilai dapat mendukung wanita untuk terus mengejar karir mereka dan merekatkan hubungan antara anak dan orangtua, khususnya ayah.  

Orangtua diberikan jatah libur kerja untuk mengurus anak sebanyak 480 hari atau sekitar 16 bulan. Jatah itu dapat digunakan secara bergantian oleh ayah dan ibu. 

Pada 390 hari awal akan diberikan insentif hampir 80% dari gaji yang biasa mereka terima saat aktif bekerja. 

Kabar baiknya, parental leave tidak hanya dapat dimanfaatkan oleh orangtua yang baru mempunyai bayi kandung tetapi juga mereka yang mengangkat anak. 

‘Wanita harus bisa mengejar passion’

Pada 2014, ayah-ayah di Swedia rata-rata hanya mengambil 25% dari jatah 480 hari. Sisanya diambil oleh istrinya atau ibu dari bayi. 

Ketimpangan lain juga menginspirasi Johan Bävman, seorang fotografer Swedia, untuk memotret ayah-ayah yang menggunakan periode paternal leave lebih dari rata-rata. 

“Walaupun mendapat insentif, hanya 14 persen ayah Swedia yang membagi rata jatah paternal leave dengan ibu dari bayi,” ujar Bävman.

Bävman juga sempat membaca sebuah penelitian yang menanyakan kepada anak-anak, siapa yang mereka cari ketika butuh kenyamanan. Jawaban pertama adalah “ibu”. Sedangkan “ayah” berada di nomor lima.

“Saya memulai proyek ini untuk menjelaskan kepada para ayah atas keuntungan berada di rumah dan mengambil tanggung jawab penuh di urusan rumah tangga. Juga menjadi bagian dari ruang emosional anak-anak mereka,” kata Bävman

“Saya ingin menanamkan benih ke ayah-ayah di penjuru dunia, apa saja dampak yang dapat dirasakan ketika mereka menghabiskan waktu bersama anak-anak mereka dalam jangka waktu yang lama.”

Bävman memotret 24 ayah di Swedia yang mengambil jatah paternal leave lebih dari rata-rata, paling tidak 6 bulan lamanya. 

Salah satu ayah di Swedia yang dipotret adalah Johan Ekengård 

Ekengård membagi rata jatah paternal leave dengan pasangannya, masing-masing sekitar 9 bulan. Hal itu telah mereka lakukan sebanyak 3 periode karena memiliki tiga anak yang lahir di tahun yang berbeda. 

Ketika ditanya mengapa melakukan itu, ia menjawab, “Para wanita harus mengejar passion, hasratnya, berkarya, dan bekerja, sama dengan pasangan hidupnya sesudah mereka menikah.”  

Pria yang bekerja sebagai Development Engineer di Sandvik Mining and Rock Technology ini menekankan bahwa ia dan istrinya berada dalam pernikahan yang setara dalam membagi tugas rumah tangga. 

“Di banyak negara kesetaraan itu masih harus diperjuangkan karena kebijakan negara dan norma sosial yang ada. Namun hal itu dapat membentuk masyarakat yang lebih baik,” kata pemilik gelar PhD di bidang Metallurgical Process Science itu

Indonesia hanya mempunyai cuti hamil dan melahirkan bagi para ibu. Dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 82 ayat 1 tertulis, “Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan”.

Pada Sabtu, 29 April, nanti, Ekengård menjadi pembicara di Resonation, sebuah konferensi pemberdayaan wanita yang diselenggarakan di The Kasablanka, Kota Kasablanka, Jakarta Selatan. 

(BACA: Resonation: Mendorong perempuan untuk menggapai cita-cita)

Acara tersebut mengusung tema “What’s Stopping You?” untuk mendorong para wanita tidak berhenti berusaha menggapai cita-cita dan impian mereka.  

Ekengård akan berbagi terkait peran pria dalam mendukung para wanita berkarya dalam upaya membentuk kesetaraan gender. 

Ia akan berada di Men’s Panel pada pukul 17:15 WIB sampai 18:15 WIB bersama dua pria pembicara lainnya.

Pada Men’s Panel hadir pula Henry Manampiring yang aktif berkarya di bidang pemasaran dan periklanan dan menjadi penulis buku The Alpha Girl’s Guide. Selain itu ada Ashraf Sinclair, Venture Partner di ‘500 Startups’. Ia aktif berbisnis bersama istrinya, penyanyi Bunga Citra Lestari. 

Bagi kalian yang ingin menghadiri acara tersebut, bisa mengakses laman ini untuk membeli tiket masuk

Keterangan dan detil lebih lanjut, kunjungi laman ini dan follow media sosialnya. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!